Jakarta, IDN Times - "Gak ada anak muda yang tahu bahwa gandum tidak tumbuh di bumi Indonesia. Selain itu, dibagikan spageti, ada juga Bakmi Gacoan. Oh my God!" suara lantang Tan Shot Yen, seorang ahli gizi masyarakat, menggema di ruang rapat Komisi IX DPR RI, Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (23/9/2025).
Suara lirih tapi bergetar itu membawa kegelisahan panjang sekaligus membuka mata dan telinga program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang membawa petaka.
Tujuan awal MBG demi memastikan anak-anak sekolah dapat gizi seimbang setiap harinya. Namun, harapan itu berubah menjadi petaka usai gelombang keracunan massal berulang terjadi di daerah-daerah. Salah satunya, ribuan siswa di Jawa Barat tumbang.
Otoritas kesehatan setempat melaporkan, korban keracunan MBG mencapai sekitar 1.000 orang sejak Senin, 23 September 2025. Data nasional memperlihatkan 8.649 anak tumbang buntut keracunan MBG. Jumlah itu mengacu pada laporan Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) hingga 27 September 2025. JPPI mencatat adanya lonjakan jumlah korban keracunan, yakni 3.289 anak dalam waktu dua pekan.
Pada September 2025, jumlah korban keracunan per pekannya terus melonjak. Data sepanjang 22 hingga 27 September 2025, jumlah korban keracunan mencapai 2.196 anak.
Ketua Transparansi Tender Indonesia (TTI), Nasruddin Bahar, menilai, rentetan peristiwa keracunan massal di berbagai daerah ini berlangsung karena minimnya pengawasan dari proses produksi MBG oleh Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG).
"Salah satunya kurangnya pengwasan dan pengetahuan tentang mekanisme mengatur makan ribuan orang," kata Nasruddin saat dihubungin IDN Times, Senin (29/9/2025).