Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Times bersama tim GSSD UI saat memberikan pelatihan Citizen Journalism kepada warga Pulau Harapan dan Kelapa (Dokumentasi GSSD Universitas Indonesia)
IDN Times bersama tim GSSD UI saat memberikan pelatihan Citizen Journalism kepada warga Pulau Harapan dan Kelapa (Dokumentasi GSSD Universitas Indonesia)

Intinya sih...

  • Perlu ada penguatan dalam pemahaman dan kapasitas terkait KDRT

  • Ada istilah Gantung Periuk yang bisa jadi sumber kerentanan KDRT

  • Diskusi responsif, warga antusias dalam penanggulangan KDRT

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - "Tapi kan, kalau anaknya nakal perlu dikasih yang keras," teriak seorang ibu saat pelatihan di RPTRA Nyiur Melambai, Pulau Kelapa, akhir pekan lalu. Diksi keras yang disebutkan ibu tersebut mengacu pada kontak fisik dalam pendidikan anak di lingkungan internal keluarga dalam sebuah diskusi. Padahal, tindakan tersebut melalui kacamata hukum sudah termasuk dalam kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

Begitulah pandangan yang muncul ketika IDN Times terlibat dalam program Pengabdian Masyarakat Universitas Indonesia dengan tajuk "Alur Perlindungan Korban Kekerasan dalam Rumah Tangga" di Pulau Kelapa dan Harapan, Kepulauan Seribu. Tim yang dipimpin Guru Besar Hukum UI, Eva Zulfa, memberikan pelatihan terhadap bentuk-bentuk KDRT.

Banyak masyarakat di Pulau Kelapa dan Harapan yang tak sadar jika selama ini KDRT bisa direpresentasikan dari kejadian rutin atau kecil. Padahal, hal tersebut bisa saja menciptakan kerusakan secara fisik hingga psikis anggota keluarga, termasuk anak.

1. Perlu ada penguatan dalam pemahaman dan kapasitas

Salah satu sudut Pulau Kelapa di Kepulauan Seribu (IDN Times / Satria Permana)

Dengan heterogenitas penduduk, yang terdiri dari orang-orang keturunan Bugis, Bajo, Bengkulu, wilayah Sumatra lain, hingga Serang, Pulau Harapan dan Kelapa memang memiliki budaya berbeda dalam kehidupan rumah tangganya.

Cara menyikapi KDRT juga masih berbeda. Contoh paling nyata, banyak yang belum mengetahui jika kekerasan secara verbal juga sudah bisa dikategorikan sebagai KDRT karena dampaknya yang bisa menyerang psikis. Hal ini menjadi salah satu fokus dari tim penyuluh agar tak terjadi.

"Perlunya penguatan kapasitas dan peran bagi perempuan khususnya para ibu untuk dapat melindungi diri dan anak mereka dari bahaya KDRT," kata Eva dalam keterangannya kepada IDN Times.

2. Ada istilah Gantung Periuk yang bisa jadi sumber kerentanan

Salah satu sudut Pulau Harapan di Kepulauan Seribu (IDN Times / Satria Permana)

Eva menyatakan, KDRT juga bisa muncul dari atau dalam bentuk finansial. Itu tergambar ketika musim angin barat muncul. Menurut kesaksian salah satu warga, ada istilah "gantung periuk" di wilayah Pulau Kelapa dan Harapan saat musim angin barat.

Kondisi ini menyebabkan angin kencang, membuat malas kaum laki-laki dalam mencari nafkah, khususnya mereka yang bekerja sebagai nelayan. Dengan situasi itu, ada potensi bahan-bahan makanan di rumah mengalami kekurangan, menimbulkan potensi konflik, hingga membuka ruang terjadinya KDRT.

"Diharapkan dari giat ini meningkatkan kesadaran warga Pulau Kelapa dan Pulau Harapan secara signifikan sehingga terhindar dari atau mampu menanggulangi bahaya KDRT di masyarakat," ujar Eva.

3. Diskusinya repsonsif, warga antusias

Diskusi dalam program ini berlangsung hangat dan responsif. Peserta yang didominasi oleh perempuan merespons pandangan dari tim dengan begitu antusias. Banyak dari mereka yang penasaran dengan cara penanggulangan KDRT dari tahapan dasar hingga lanjutan, termasuk dalam pelaporan ke polisi.

"Hasilnya menunjukkan antusiasme warga baik dari dasawisma sampai perangkat kelurahan sangat tinggi. GSSD bekerja sama dengan Fakultas Hukum, menyampaikan pentingnya data, kami melakukannya dalam konteks wilayah kepulauan secara luas. Penerapan tentang bagaimana data dimuat tidak hanya dalam lingkungan fisik, tapi juga sosial menjadi menarik untuk dibincangkan di kalangan warga," kata dosen dan peneliti dari Graduate School of Sustainability Development UI yang juga ikut dalam program, Irene Sondang Fitrinita, kepada IDN Times.

Editorial Team