Ilustrasi. ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
Komnas HAM membeberkan catatan mereka mengenai penegakan HAM di 4 tahun Jokowi-JK. Kesimpulannya, beberapa kasus-kasus pelanggaran HAM dinilai belum menjadi prioritas pemerintah.
Kasus pertama yang disoroti oleh Komnas HAM adalah tentang pelanggaran berat di masa lalu yang belum juga terselesaikan. Kedua, tentang konflik sumber daya alam, termasuk perebutan lahan masih bergejolak di Indonesia. Dan ketiga, pelanggaran intoleransi yang masih dianggap ada di era pemerintahan Jokowi-JK.
Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan menjelaskan, persoalan HAM berat masa lalu menjadi salah satu PR yang belum diselesaikan oleh pemerintahan Jokowi-JK. Komnas HAM sudah menyerahkan berkas indikasi pelanggaran HAM Jaksa Agung RI sejak awal tahun 2002. Namun, hingga saat ini belum ada langkah konkret penyelesaian secara hukum.
Menurutnya, ketidakjelasan penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM yang berat tersebut adalah bentuk dari pengingkaran atas keadilan.
Catatan kedua berkaitan dengan sumber daya alam. Taufan menerangkan, konflik sumber daya alam masih menjadi pengaduan yang banyak disampaikan ke Komnas HAM.
"Berbagai isu konflik sumber daya alam masih mewarnai dalam perjalanan 4 tahun Pemerintah Jokowi-JK, jika beberapa tahun lalu konflik sumber daya lama hanya didomimasi pada isu perkebunan, pertambangan dan kehutanan saja," kata Taufan.
Catatan terakhir dari Komnas HAM adalah maraknya kasus-kasus intoleransi dan pelanggaran atas hak kebebasan berekspresi. Kata Taufan, peristiwa intoleransi masih mewarnai dalam empat tahun Pemerintahan Jokowi-JK.
"Sebagai contoh, peristiwa penyerangan terhadap Jamaah Ahmadiyah di NTB dan peristiwa-peristiwa serupa lainnya terjadi di beberapa wilayah lain di Indonesia. Upaya hukum yang dilakukan dalam setiap peristiwa intoleransi tidak pemah menyeret aktor pelaku utamanya ke pengadilan," ungkap Taufan.
Kemudian, sambungnya, dalam waktu yang bersamaan juga muncul tindakan-tindakan persekusi yang dilakukan oleh berbagai ormas ataupun kelompok massa.
"Tindakan persekusi tersebut terjadi karena dilatarbelakangi adanya perbedaan pandangan. Media sosial digunakan sebagai sarana yang ampuh untuk melakukan mobilisasi massa untuk melakukan persekusi," jelas Taufan.
Selama 4 tahun, Wakil Ketua Komnas HAM Bidang Eksternal Sandrayati Moniaga mengatakan bahwa persoalan pelanggaran HAM masa lalu tersebut memang kompleks. Bukan hanya di pemerintahan Jokowi saja, melainkan juga di pemerintahan sebelumnya.
"Oleh karena itu, pemerintahan Jokowi gak lebih maju daripada yang lalu. Jadi memang kami berharap ada langkah yang lebih konkret karena dalam statement politik, Nawacita itu kan disebutkan sebagai prioritas," kata Sandra di sekitar Cikini, Jumat (19/10).
Sandra juga menjelaskan bahwa Komnas HAM telah melakukan upaya bersama Menko Polhukam, namun tidak ada status jelas dari pemerintah terkait kasus-kasus yang telah dilaporkan oleh pemerintah.
"Karena peran Komnas HAM kan jelas penyelidikan, dan penyelesaian itu harus judicial. Judicialdalam arti gini, kalau memang dianggap tidak cukup bukti adanya pelanggaran HAM berat ya nyatakan. Bukan kemudian bentuk segala macam tim," ujar Sandra.
Sementara, Arsul Sani menerangkan bahwa terkait penyelesaian kasus HAM di era Jokowi karena memang sudah diwarisi oleh pemerintahan sebelumnya.
"Kalau kita hitung dari masa Reformasi itu kan dimulai dari pemerintahan zaman Gus Dur, Ibu Megawati, Pak SBY dan Pak Jokowi. Tentu ada beberapa hal yang harus kita perhatikan, mengapa kasus-kasus yang diduga sebagai pelanggaran HAM berat itu tidak begitu gampang untuk diselesaikan. Artinya faktualnya, prosesnya tersendat, terhambat tidak maju seperti itu," jelas Arsul yang juga politisi Partai Persatuan Pembangunan itu.
Melewati masa 4 tahun kepemimpinan, masyarakat tentu mengharapkan pemerintah bisa terus memenuhi program-program yang dijanjikan. Semoga di sisa beberapa bulan sebelum menuju Pemilu 2019, pemerintahan Jokowi-JK bisa menuntaskan program-program yang belum terselesaikan.