Ilustrasi teroris (IDN Times/Mardya Shakti)
Motif jihad dalam terorisme, menurut Gus Fahrur, karena ada kesalahan pemahaman ajaran Islam. Karena sejatinya Islam adalah agama yang damai dan jalan bagi seluruh umat manusia.
"Motif jihad salah jalan itu menurut saya karena salah pemahaman agama, termakan berita hoaks atau mungkin juga ketidakpuasan atas perlakuan pemerintah terhadap mereka yang mereka rasa tidak adil," kata dia.
"Hal ini kemudian juga dimanfaatkan oleh yang berkepentingan untuk menghasut rakyat kecil kritis untuk mengikuti pemahaman sesat, dan menyamakan jihad sebagai terorisme," sambung Gus Fahrur.
Penyebab utama munculnya tekad dari pelaku terorisme, kata Gus Fahrur, tak lepas dari adanya ajaran menyimpang dan hasutan untuk melakukan pemberontakan. Karena itu, terorisme yang kerap disamakan dengan konsep jihad yang ada dalam ajaran agama Islam adalah salah besar.
"Dalam satu tulisannya Gus Dur menyatakan bahwa tidak ada kaitan antara dalil-dalil jihad dengan terorisme jika dipahami dengan benar," kata dia.
Kata jihad, menurut Gus Fahrur, berasal dari bahasa Arab dan dalam ajaran Islam memiliki makna baik. Sementara terorisme berasal dari bahasa Latin (Eropa) yang bermakna mengancam, menakutkan, dan tercela.
Dari segi etimologi, kata dia, kedua kata ini sudah tak sejalan, namun dalam wacana politik, pemaknaan dan gerakan terkadang dapat disalah artikan, terletak dari siapa atau kelompok mana yang menafsirkan dan berkepentingan.
Selebihnya, menurut Gus Fahrur, kata jihad dengan berbagai derivasinya disebut sebanyak 41 kali dalam Al-Quran dan tidak semuanya berkonotasi mengenai 'peperangan'.
"Istilah jihad juga diperkenalkan Rasulullah SAW sebagai sebuah upaya pengendalian diri dari hawa nafsu. Al-Quran dan hadis lebih sering menyebut peperangan dengan Al-Qitaal, al Harb, dan al Ma’rakah," kata dia.
Gus Fahrur mengaku selama belajar di pesantren mempelajari berbagai kitab hadis, sejarah dan fiqih tentang jihad terbukti tidak ada seorang pun dari santri pesantren NU yang terpancing melakukan terorisme.
"Kita di Indonesia sejak lama bisa hidup bersama berbagai umat beragama lain dengan damai dan toleran, dan telah terjadi akulturasi budaya secara unik," kata dia.
"Karena makna jihad difahami di kalangan ulama pesantren secara utuh dan kontekstual, jihad bertujuan untuk mewujudkan kebaikan, sedangkan terorisme tindakan merusak dan tidak berprikemanusiaan," sambung Gus Fahrur.