Jakarta, IDN Times - Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu'ti mengatakan bakal memberlakukan kurikulum darurat bagi sekolah yang terdampak bencana di Pulau Sumatra. Berdasarkan data dari Kemendikdasmen, total ada 4.149 sekolah yang tersebar di tiga provinsi di Sumatra yang terdampak banjir dan tanah longsor. Namun, mayoritas disebut Mu'ti sudah siap untuk dioperasikan jelang tahun ajaran pendidikan baru pada Senin, 5 Januari 2026.
"Ada tiga skenario yang sudah kami rancang di semester genap tahun 2026. Untuk fase tanggap darurat, penyesuaian kurikulum minimum esensial kurikulum. Disederhanakan menjadi kompetensi esensial seperti literasi dasar, numerasi dasar, kesehatan dan keselamatan diri, dukungan psikososial dan informasi mitigasi bencana," ujar Mu'ti ketika memberikan keterangan pers di Graha BNPB, Jakarta Timur pada Selasa (30/12/2025).
Metode pembelajaran pun akan bersifat adaptif di mana sifat pembelajaran bakal berjalan fleksibel. Selain itu, para pengajar juga memberikan penilaian sederhana.
"Tidak ada asesmen formatif atau sumatif yang kompleks," tutur dia.
Guru fokus pada kehadiran, keamanan dan kenyamanan murid. Sedangkan, di fase pemulihan dini yang berlangsung 3-12 bulan, kurikulum yang diterapkan berbasis krisis, integrasi, mitigasi bencana ke mata pelajaran yang relevan.
"Pembelajaran fleksibel dan diferensiasi. Jadwal (mengajar) disesuaikan dengan kondisi siswa yang masih mengungsi," kata menteri dari kalangan Muhammadiyah itu.
Mu'ti memberlakukan pembelajaran sangat fleksibel pada fase ini lantaran sekolah mengalami kerusakan parah usai dihantam banjir. Sehingga, para murid harus belajar di tenda pengungsian. Sementara, pemerintah sedang melakukan renovasi terhadap bangunan sekolah.
Sementara, pada fase pemulihan lanjut yang berlangsung 1 hingga 3 tahun, diberlakukan kurikulum yang mengintegrasikan secara permanen pendidikan kebencanaan, pembelajaran inklusif berbasis ketahanan dan sistem monitoring dan evaluasi pendidikan darurat.
Fase ini berlangsung cukup lama bagi bangunan sekolah yang hilang terbawa arus banjir. Sehingga, pemerintah harus membangun lagi sekolah dari awal.
Mu'ti menyebut ada 54 sekolah yang tersebar di tiga provinsi dan mengalami kerusakan parah. Tetapi, ia tak menyebut berapa bangunan sekolah yang hilang disapu banjir.
