Mantan Kepala Bagian Umum Kantor Wilayah DJP Jakarta Selatan II Rafael Alun Trisambodo menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (1/3/2023). (ANTARA FOTO/Aprillio Akbar)
Sementara itu, Wakil Ketua KPK, Nawawi Pomolango, menilai, Rafael Alun tidak bisa langsung dijerat dengan pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) apabila ditemukan dugaan menyamarkan kekayaan. Sebab, Rafael Alun belum memiliki pidana korupsi pada awalnya. Namun, hal ini akan berbeda ketika illicit enrichment berlaku di Indonesia.
Illicit enrichment adalah fenomena penambahan kekayaan penyelenggara negara yang tidak wajar.
"Andaikan ada illicit enrichment, itu yang ditemukan Pak Pahala kemarin bisa langsung (diproses hukum). Tidak lagi dengan cara konvensional," kata Nawawi Pomolango kepada wartawan, dikutip Senin (6/3/2023).
Nawawi menilai, konsep illicit enrichment itu seharusnya bisa dilakukan di Indonesia, karena Indonesia merupakan negara peserta United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) yang sudah mewajibkan penyelenggara negaranya menandatangani ratifikasi. Namun, kebijakan yang ada belum bisa memidanakan pejabat mendadak kaya raya.
"Illicit enrichment sebagai satu ketentuan pidana, tetapi Undang-Undang Tipikor kita ini kan masih banyak yang seharusnya direkomendasikan oleh UNCAC harus dimasukkan, belum ada," ujar Nawawi.
Konsep illicit enrichment pernah hampir dimasukkan dalam Pasal 37 a dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tipikor. Jika konsep itu diterapkan, maka pejabat yang bermasalah diwajibkan mengurutkan harta keluarga sampai perusahaannya.
Pengurutan itu wajib disertai dokumen lengkap. Sebab, hal itu bisa jadi bukti korupsi apabila dokumennya tidak lengkap.
"Dalam hal terdakwa tidak dapat membuktikan itu, maka LHKPN dijadikan sebagai bukti. Itu kan pentingnya LHKPN, tetapi perlu perumusan ketentuan pidana illicit enrichment di dalam pasal itu," kata Nawawi.