Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin di Hotel Fairmont, Senin (12/5/2025)/ IDN Times Dini Suciatiningrum
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin di Hotel Fairmont, Senin (12/5/2025) (IDN Times/Dini Suciatiningrum)

Intinya sih...

  • KPK membuka peluang memeriksa Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dalam kasus dugaan korupsi pembangunan RSUD Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara.

  • KPK tengah mengusut aliran uang Rp1,5 miliar yang diterima pejabat Kementerian Kesehatan Hendrik Permana dan menahan beberapa tersangka lainnya.

  • Penetapan ketiganya sebagai tersangka merupakan pengembangan dari Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK pada Agustus 2025.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuka peluang memeriksa Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dalam kasus dugaan korupsi pembangunan RSUD Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara.

Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep GUntur Rahayu mengatakan, KPK saat ini tengah mengusut aliran uang Rp1,5 miliar yang diterima pejabat Kementerian Kesehatan Hendrik Permana. Hendrik telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan KPK.

"Kami menduga bahwa uang tersebut juga dialirkan ke beberapa pihak, tapi ini masih kami dalami kepada siapa, kapan, dan di mana uang tersebut dialirkan," ujar Asep di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin (24/11/2025).

“Nanti Insyaallah kalau sudah waktunya dan memang juga ada keterangan-keterangan yang mengatakan ada aliran uang ataupun aliran perintah ya dari top manajernya di Kementerian Kesehatan, tentu kita juga akan memanggil yang bersangkutan untuk dimintai keterangan,” imbuhnya.

Asep menjelaskan, dalam kasus korupsi pengadaan biasanya ada dua indikator yang ditelusuri yakni aliran uang dan alur perintah. Menurutnya, suap jarang diberikan langsung kepada pimpinan tertinggi suatu instansi.

"Jadi, periksanya dari bottom up, dari bawah dulu, dari para penerima, para pegawai ASN, kemudian naik ke Dirjen dan lain-lain," ujarnya.

Sebelumnya, KPK menahan pejabat Kementerian Kesehatan, Hendrik Permana. Selain Hendrik, KPK juga menahan Yasin selaku ASN Bapenda Sulawesi Tenggara dan Aswin Griksa selaku Dirut PT Griksa Cipta. Keduanya juga tersangka dalam perkara ini.

Penetapan ketiganya sebagai tersangka merupakan pengembangan dari Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK pada Agustus 2025. Saat itu KPK menangkap dan menetapkan lima tersangka yakni Bupati Kolaka Timur Abdul Aziz, Andi Lukman Hakim selaku PIC Kemenkes untuk pembangunan RSUD, Ageng Dermanto selaku Pejabat Pembuat Komitmen pembangunan RSUD Kolaka Timur, serta Deddy Karnady dan Arif Rahman selaku pihak swasta.

Asep menjelaskan, Hendrik diduga menjanjikan bisa mengamankan pagu Dana Alokasi Khusus (DAK) bagi sejumlah kota/kabupaten dengan syarat pemberian fee dua persen.

Pada Agustus 2024, Hendrick bertemu dengan Ageng Dermanto selaku Pejabat Pembuat Komitmen proyek pembangunan RSUD di Koltim. DAK RSUD Kolaka Timur mengalami kenaikan dari pada usulan anggaran dari Rp47,6 miliar menjadi Rp170,3 miliar.

"HP lantas meminta uang sebagai tanda keseriusan kepada saudara YSN (Yasin) selaku ASN di Bapenda Provinsi Sultra sekaligus orang kepercayaan saudara ABZ (Bupati Abdul Aziz), agar DAK RSUD Kolaka Timur tidak hilang sehingga DAK tahun 2026 masih bisa didapatkan" jelasnya.

"Selanjutnya pada November 2024, YSN memberikan Rp50 juta kepada HP sebagai uang awal yang merupakan bagian dari komitmen fee," lanjutnya.

Asep mengatakan, Yasin juga diduga memberikan Rp400 juta kepada Ageng Dermanto untuk urusan 'di bawah meja' dengan pihak swasta yakni Deddy Karnady dari PT Pilar Cerdas Putra terkait desain bangunan RSUD Kolaka Timur yang diduga menjadi bagian proyek yang dikendalikan Hendrik.

"Sementara atas perannya, dalam kurun Maret sampai dengan Agustus 2025, YSN menerima uang sejumlah Rp3,3 miliar dari DK melakui AGD. YSN kemudian mengalirkan uang tersebuts alah satunya ke HP senilai Rp1,5 miliar," jelas Asep.

"Dari uang tersebut, sejumlah Rp977 juta diamankan dari YSN pada saat kegiatan tertangkap tangan pada Agustus 2025," lanjutnya.

Sementara itu, Aswin Griksa diduga menerima uang Rp365 juta dari total Rp500 juta yang diberikan Ageng. Uang itu diterima atas perannya menjadi penghubung PT PCP dan Ageng.

Ketiga tersangka tersebut disangkakan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak PidanaKorupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Editorial Team