Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud MD. (www.instagram.com/@mohmahfudmd)

Jakarta, IDN Times - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud MD menegaskan kasus dugaan pencucian uang senilai Rp349 triliun tidak menghilang usai sempat heboh jadi pembicaraan di ruang publik. Justru, kata Mahfud, perkembangan kasusnya kini semakin seru.  

"Jadi, jangan lagi terganggu oleh orang yang mengatakan 'itu gimana kasus (dugaan pencucian uang) Rp349 triliun kok menghilang setelah ramai?' Justru, gak hilang. Malah semakin seru kalau ke dalam karena kasus-kasusnya semakin muncul," ungkap Mahfud memberikan keterangan dalam jumpa pers di zoom dan dikutip pada Jumat (9/6/2023). 

Ia kemudian memberikan contoh ada 33 Laporan Hasil Analisis (LHA) dari Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) yang ditindak lanjuti oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). 33 laporan itu termasuk ke dalam laporan satgas TPPU yang dibentuk oleh Mahfud. Nominal transaksi mencurigakan dari 33 LHA itu mencapai Rp25,36 triliun. 

Salah satu transaksi mencurigakan yang telah dipantau oleh PPATK dan kini ditindak lanjuti oleh komisi antirasuah adalah milik Kepala Bea Cukai Makassar, Andhi Pramono. Mahfud pun mengakui transaksi itu sudah lama dan identitas tersangkanya pun bukan nama baru. 

"Memang ada penjelasan itu bukan barang baru karena sudah lama menjadi tersangka. Ya, itu bagian yang tidak tuntas yang akan dituntaskan. Kan memang karena tidak tuntas makanya kita proses itu," tutur mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) tersebut.

1. Kejaksaan Agung akhirnya proses dugaan penyelundupan impor emas

Ilustrasi Emas Mulia (IDN Times/Arief Rahmat)

Lebih lanjut, kasus dugaan pencucian uang lainnya yang kini ditindak lanjuti yakni soal penyelundupan impor emas. Kasus tersebut kini ditangani oleh Kejaksaan Agung dan nilainya mencapai Rp49 triliun. 

"Seharusnya membayar bea masuk kepada negara kira-kira Rp39 miliar-Rp41 miliar, kemudian dijadikan nol di Jakarta. Nah, itu diangkat lagi sekarang karena menurut ketentuan tertulis seharusnya impor itu kena pajak 5 persen, kok malah jadi nol," kata Mahfud. 

Ia tak menampik sesuai ketentuan di undang-undang, bea masuk bisa saja diturunkan atau diubah. Nilai bea masuk dapat disesuaikan dengan pemeriksaan di lapangan. 

"Tapi, mestinya petugas negara, mengubahnya itu dengan menaikan dari nol atau dua persen menjadi lima persen. Bukan dari lima persen lalu menjadi nol bea masuk. Kalau (bea masuk) dari lima persen menjadi nol berarti kan tidak benar karena mereka petugas negara," tutur dia. 

Ia menambahkan petugas di lapangan bisa mengubah nominal bea masuk dengan ketentuan yang ada. Petugas, kata Mahfud, tidak bisa seenaknya mengubah nominal bea masuk impor secara sepihak. 

"Kasus ini sudah disidik dan sudah ada tersangkanya yang ditetapkan oleh Kejaksaan Agung," ujarnya lagi. 

Jaksa Agung Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung, Febrie Adriansyah, kasus impor emas itu sudah disidik sejak 2021. Menurutnya, kasus tersebut berbeda dengan nominal impor emas senilai Rp189 triliun yang sempat disampaikan oleh Mahfud. Saat ini penyidik, kata Febrie, hanya mendalami dugaan pencucian uang yang terjadi pada periode 2021-2022. 

2. Satgas TPPU temukan dugaan transaksi mencurigakan senilai Rp189 triliun belum tuntas

Editorial Team

Tonton lebih seru di