Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Menteri LH Hanif Faisol
Menteri LH Hanif Faisol saat diwawancara usai meninjau SPPG di Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor, Jawa Barat, Jumat (17/10/2025). IDN Times/Linna Susanti.

Intinya sih...

  • Sanksi belum sepenuhnya dicabut walau ada pencabutan izin

  • KLHK akan undang warga terdampak untuk akselerasi solusi

  • Lingkungan adalah harga mati: tak ada toleransi sekecil apapun.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Bogor, IDN Times – Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol, mengatakan akan menemui pekerja yang merasa terdampak langsung, akibat kebijakan penertiban izin lingkungan terhadap hotel dan tempat wisata di kawasan Puncak, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

"Dalam satu atau dua hari akan kami undang bertemu," ujar Hanif saat usai meninjau Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di Kota Bogor, Jumat (17/10/2025).

Sebagaimana diketahui, belasan pekerja melakukan aksi di jalan raya Puncak Bogor beberapa waktu lalu, setelah Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq, memberikan ultimatum kepada 33 usaha dan atau kegiatan yang terbukti melanggar tata kelola lingkungan, serta belum menindaklanjuti sanksi administratif pada 27 Juli 2025.

Sebanyak 13 kemitraan KSO (Kerja Sama Operasi) telah menerima sanksi administratif paksaan pemerintah, berupa kewajiban membongkar bangunan dan penanaman pohon.

Sementara, sembilan KSO lainnya telah dijatuhi sanksi pencabutan persetujuan lingkungan, sebagai bentuk penanganan lapis kedua, karena pemerintah daerah yang menerbitkan izin tidak menjalankan kewajiban pencabutan tersebut.

“Dari tinjauan hari ini, saya pastikan bahwa beberapa unit usaha yang menjadi bagian kemitraan KSO dengan PTPN I Regional 2, telah memulai pembongkaran. Ada delapan gazebo dan satu restoran yang sudah dibongkar. Ini patut diapresiasi,” ujarnya, kala itu.

Atas kebijakan tersebut, rombongan Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Nurofiq, dihadang warga yang mengaku menjadi korban Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di Simpang Pasir Angin, Megamendung, Jumat, 3 Oktober 2025.

Aksi ini terjadi usai Hanif mengikuti kegiatan bersih-bersih di Sungai Ciliwung. Meskipun iring-iringan mobil menteri dihadang, Hanif memberikan tanggapan tegas usai meninjau SPPG (Sekolah Berbasis Pengelolaan Lingkungan) di Kota Bogor, Jumat, 17 Oktober 2025, mengenai sanksi dan dampaknya.

1. Sanksi belum sepenuhnya dicabut walau ada pencabutan izin

Warga korban PHK Hotel dan wisata di Puncak Bogor dampak segel izin lingkungan oleh KLH mengadakan demo di Jalan Selarong, Simpang Pasir Angin, Megamendung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Jumat (3/10/2025) pagi, menunggu Menteri Hanif melintas. (IDN Times/Linna Susanti)

Menteri Hanif mengungkapkan sebagian sanksi administratif berupa pencabutan Persetujuan Lingkungan telah dilakukan. Namun, pencabutan izin ini bukan berarti perusahaan sepenuhnya bebas dari tanggung jawab.

"Ada sembilan yang sudah kita cabut, sisanya belum ya, nanti kita telaah dulu. Dicabut bukan berarti sanksinya lepas, masih ada sanksi yang harus dipenuhi," ujar Hanif.

Ia juga memastikan penghitungan nilai kerugian lingkungan yang harus dibayarkan perusahaan akan keluar dalam dua minggu ke depan.

2. KLHK akan undang warga terdampak untuk akselerasi solusi

Warga korban PHK Hotel dan wisata di Puncak Bogor dampak segel izin lingkungan oleh KLH mengadakan demo di Simpang Gadog, Megamendung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Jumat (3/10/2025) pagi, menunggu Menteri Hanif melintas. IDN Times/IDN Times.

Menanggapi protes keras dari warga yang merasa kehilangan pekerjaan tanpa solusi, Menteri Hanif menyatakan, pemerintah tidak boleh langsung menimbulkan dampak sosial yang frontal. Ia menjanjikan pertemuan untuk mencari jalan tengah.

"Kami menskenariokan dalam satu dua hari ini, kita akan undang teman-teman yang terkena langsung arahan dari menteri, untuk dilaksanakan akselerasi," kata Hanif.

Langkah ini diambil setelah Hanif mendapat masukan dari tokoh masyarakat di rumah dinasnya.

Sebelumnya, Anggota DPR RI Mulyadi juga mendorong peninjauan ulang terkait kebijakan penyegelan sejumlah tempat wisata di Kawasan Puncak, Kabupaten Bogor itu. Dia menilai kebijakan ini menimbulkan keresahan di masyarakat dan berdampak besar terhadap perekonomian lokal.

"Saya minta kebijakan Menteri ditinjau dan dilakukan kajian. Sekarang ini seperti hantam kromo tanpa melihat dampak sosial-ekonominya," kata Mulyadi di Kabupaten Bogor, Kamis (16/10/2025).

3. Lingkungan adalah harga mati, tak ada toleransi sekecil apapun

Menteri LH Hanif Faisol saat diwawancara usai meninjau SPPG di Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor, Jawa Barat, Jumat (17/10/2025). IDN Times/Linna Susanti.

Menteri Hanif menegaskan kelestarian lingkungan, terutama di kawasan hulu DAS Ciliwung, adalah prioritas absolut yang tidak bisa ditawar.

"Namun, lingkungan adalah harga mati. Tidak boleh kita tolak, sekali lagi, hanya satu, bilamana bapak mentolelir, memberikan dispensasi, keringanan pada suatu kasus maka kasus itu akan menyumbang kerusakan yang sangat besar pada kemudian hari," tegas Hanif yang meminta semua pihak berpikir dengan bijak pada semua sisi.

4. Warga terdampak merasa gaji Rp1,5 juta jadi tumpuan nafkah

Warga korban PHK Hotel dan wisata di Puncak Bogor dampak segel izin lingkungan oleh KLH mengadakan demo di Jalan Selarong, Simpang Gadong, Megamendung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Jumat (3/10/2025) pagi, menunggu Menteri Hanif melintas. IDN Times/IDN Times.

Protes belasan warga Puncak didominasi warga yang mengaku pekerja hotel dan tempat wisata, seperti tukang taman dan office boy. Mereka mengeluh kehilangan mata pencaharian dan merasa diabaikan pemerintah.

Koordinator aksi, Asep Suhandi, yang kehilangan pekerjaan sebagai tukang taman dengan gaji Rp1,5 juta. Ia mengklaim bernasib sama dengan sekitar 50 orang pekerja lain yang serupa, bahkan ratusan orang jika didata semuanya.

"Kami adalah karyawan dan pekerja yang menjadi korban dari penyegelan tempat usaha. Pemerintah hanya bisa melakukan tindakan tanpa memberikan solusi kepada masyarakat terdampak. Kami hanya mencari nafkah. Dimana hati nurani mereka," ujarnya saat demo beberapa waktu lalu.

Editorial Team