Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Menteri Kementerian Komunikasi dan Digital (Menkomdigi), Meutya Hafid (Dok. Daffa Ulhaq)
Menteri Kementerian Komunikasi dan Digital (Menkomdigi), Meutya Hafid (Dok. Daffa Ulhaq)

Intinya sih...

  • PP Tunas mewajibkan PSE menerapkan klasifikasi usia

  • Gim dengan tingkat kekerasan atau adiktivitas tinggi hanya boleh diakses oleh pengguna minimal 16 tahun dengan pendampingan orang tua

  • Implementasi sistem rating konten IGRS sebagai panduan bagi orang tua, pemain, dan pelaku industri dalam mengenali konten yang sesuai usia

Jakarta, IDN Times - Menteri Komunikasi dan Digital Meutya Hafid menegaskan pentingnya perlindungan anak dalam ekosistem industri gim nasional, dengan menyoroti urgensi penerapan sistem klasifikasi usia melalui Indonesia Game Rating System (IGRS).

Pernyataan ini disampaikan saat Meutya membuka forum Indonesian Woman In Game (IWIG) BeautyPlayConnect di Bandung, yang dihadiri para pengembang gim perempuan dari berbagai daerah.

“Kita ingin industri gim di Indonesia terus tumbuh secara sehat, tetapi pada saat yang sama, kami juga menerima banyak sekali keluhan dari para orang tua tentang konten-konten yang tidak sesuai untuk anak-anak,” ujar Meutya, dikutip Senin (7/7/2025).

1. PP Tunas haruskan PSE beri klasifikasi usia

Meteri Komunikasi dan Digital RI, Meutya Viada Hafid. (IDN Times/Imam Faishal)

Sebagai tindak lanjut, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Pelindungan Anak (PP TUNAS). Regulasi ini mengharuskan setiap Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE), termasuk pengembang dan penerbit gim, untuk menerapkan klasifikasi usia secara ketat.

“Kami tidak melarang gim, tetapi kami menunda akses konten kepada pengguna yang belum cukup usia. Ini bukan soal sensor, tapi soal tanggung jawab bersama dalam menciptakan ruang digital yang aman dan sehat,” kata dia.

2. IGRS pelindung bagi industri

ilustrasi game retro (freepik.com/design)

Meutya memberi contoh gim dengan tingkat kekerasan atau adiktivitas tinggi hanya dapat diakses oleh pengguna berusia minimal 16 tahun dengan pendampingan orang tua, serta secara mandiri setelah usia 18 tahun.

Dia juga menekankan pentingnya implementasi sistem rating konten IGRS sebagai panduan bagi orang tua, pemain, dan pelaku industri dalam mengenali konten yang sesuai usia dan tahapan perkembangan anak.

“IGRS bukan hanya alat bantu untuk orang tua, tapi juga pelindung bagi industri. Dengan menerapkan klasifikasi usia secara jujur, pengembang dan penerbit bisa menghindari risiko pelanggaran hukum,” kata Meutya.

3. Indonesia bersiap dengan regulasi yang adil tapi tegas

ilustrasi bermain game (pexels.com/josueladoopelegrin)

Menurutnya, tuntutan terhadap industri gim untuk memikul tanggung jawab sosial tidak hanya berlangsung di Indonesia, melainkan juga menjadi tren global.

“Gerakan serupa berlangsung di banyak negara. Indonesia perlu bersiap dengan regulasi yang adil tapi tegas,” ujarnya.

Delam kesempatan tersebut, dia juga turut menjajal sejumlah gim karya para pengembang perempuan dan menyampaikan apresiasinya atas kehadiran perempuan dalam dunia teknologi.

“Saya senang melihat semakin banyak perempuan hadir sebagai pembuat teknologi, bukan sekadar pengguna,” katanya.

Editorial Team