Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) (dok. PLN)

Disadari atau tidak, selama ini hidup kita sangat bergantung pada energi fosil. Mulai dari bensin yang terbuat dari minyak bumi, gas untuk memasak, hingga batu bara yang menjadi penggerak berbagai industri di Indonesia. Sayangnya, jenis energi ini secara perlahan menyakiti Bumi yang kita pijaki. 

Dampak dari penggunaan energi fosil secara terus-menerus adalah meningkatnya emisi karbon di udara yang akan menimbulkan efek rumah kaca. Menurut data yang dihimpun oleh Statista, pada tahun 2020, tingkat emisi dunia bahkan mencapai 34,81 miliar ton. Sementara Indonesia menyumbangkan setidaknya 2,03 persen di antaranya. 

Melihat betapa seriusnya masalah ini, G20 yang tahun ini berpresidensi di Indonesia pun memfokuskan isunya pada transisi energi untuk mencapai Net Zero Emission (NZE) 2060. Indonesia bersama seluruh negara yang terlibat bertekad untuk menyukseskan penurunan emisi secara global hingga 1,5 persen pada tahun 2060. 

Salah satu pihak yang terlibat aktif dalam upaya ini adalah PT PLN (Persero). Perusahaan Listrik Negara tersebut bahkan telah memiliki kerangka kerja yang matang demi menyukseskan Net Zero Emission 2060. 

1. Mengembangkan EBT sebagai ganti pembangkit listrik yang berbahan bakar fosil

PLTS Hybrid Selayar, Sulawesi Selatan (dok. PLN)

Seperti yang diketahui, listrik termasuk energi alternatif terbarukan yang memiliki potensi begitu besar. Akan tetapi, sayang sekali, salah satu cara untuk menghasilkan listrik melibatkan bahan bakar fosil. Contohnya pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang membutuhkan batu bara. 

Vice President Komunikasi Korporat PLN, Gregorius Adi Trianto dalam Lombok Writers Festival 2022 yang diselenggarakan pada 10 Maret 2022 lalu pun mengakui hal ini. Ia menjelaskan bahwa bahan bakar fosil selama ini memang digunakan karena harganya yang murah, mudah didapat, dan termasuk salah satu hasil alam negeri kita sendiri. 

Akan tetapi, PLN pun sadar bahwa penggunaan energi fosil harus segera ditekan karena emisi karbon yang dihasilkannya sangat tinggi. Itulah kenapa, perusahaan tersebut memiliki sejumlah misi besar demi menyukseskan Net Zero Emission 2060, salah satunya dengan mengembangkan pembangkit listrik berbasis energi baru terbarukan (EBT). 

"Dalam rangka menuju Net Zero Emission 2060, kami harus melakukan transisi. Ini, energi fosil yang masih kami gunakan, lama kelamaan akan kita nihilkan. Termasuk dengan meningkatkan pembangunan pembangkit baru yang berbasis EBT," terang Gregorius.

Dalam presentasinya, Gregorius menjelaskan bahwa porsi EBT di Indonesia secara bertahap akan ditingkatkan bersamaan dengan diturunkannya pembangkit listrik berbahan bakar fosil. Di tahun 2022 ini, PLN berencana mengembangkan 1,2 gigawatt (GW) EBT yang tersebar di Sumatra, Jawa, Sulawesi, Maluki, dan Nusa Tenggara. 

Sementara proyeksi pada 2030 nanti, EBT akan meningkat hingga 29 persen, sedangkan jumlah PLTU turun jadi 45 persen dan PLTG menjadi 26 persen. Jenis EBT yang digunakan di antaranya adalah tenaga air (PLTA), tenaga panas bumi (PLTP), tenaga surya (PLTS), dan lainnya. 

"EBT lainnya itu nanti akan disesuaikan dengan potensi alam yang ada di setiap daerah," tambah laki-laki tersebut. 

2. Gandeng masyarakat dalam memproduksi energi pengganti batu bara untuk PLTU

Editorial Team

Tonton lebih seru di