Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
(Tangkapan layar TV Parlemen)
Ahli Gizi, dr. Tan Shot Yen ketika melakukan audiensi dengan komisi IX DPR di Komplek Parlemen Senayan, Jakarta Pusat. (Tangkapan layar TV Parlemen)

Intinya sih...

  • Tan kritik program MBG yang dibagikan di seluruh Indonesia

  • Tan minta BGN setop distribusi makanan kering di menu MBG

  • Lima rekomendasi yang disampaikan oleh ahli gizi

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang memiliki banyak permasalahan sejak awal penerapannya, membuat geram banyak pihak termasuk ahli gizi masyarakat, dr. Tan Shot Yen. Ia menilai, sejak awal penerapannya MBG diimplementasikan secara serampangan hingga kini jatuh ribuan korban keracunan massal.

Namun, masalah lain yang ia temukan di lapangan yakni ditemukan menu burger di dalam MBG, yang dibagikan dari Lhoknga (Aceh) hingga Papua. Padahal, kata Tan, tepung terigu tidak bisa diproduksi sendiri oleh pemerintah. Selain itu, burger adalah jenis makanan ultra process food yang tak memiliki kandungan gizi.

"Gak ada anak muda yang tahu bahwa gandum tidak tumbuh di Indonesia. Selain itu, dibagikan spageti, ada juga Bakmi Gacoan. Oh my God! Maaf ya itu burger yang dibagikan ada kastanisasi juga. Kalau MBG di kota yang dibagikan berisi chicken katsu, tapi coba yang di daerah cuma dibagikan benda tipis berwarna pink," ujar Tan ketika menghadiri rapat audiensi dengan Komisi IX DPR pada Selasa, 23 September 2025 di Komplek Parlemen Senayan, Jakarta Pusat.

Dalam pandangan Tan, bukan itu tujuan dari MBG. Kualitas burger di daerah, kata Tan, tidak memenuhi standar daging pengolahan.

"Dan ini mau sampai kapan makannya (MBG) burger?" tanyanya keras di hadapan anggota Komisi IX DPR.

Video pernyataan Tan yang blak-blakan mengenai MBG kemudian viral di media sosial. Banyak yang menyebut, pandangan yang disampaikan oleh Tan mewakili kegeraman para orang tua.

Tan pun mendapatkan banyak keluhan dari para orang tua siswa soal program MBG. Salah satunya anak yang mengalami muntaber karena dia mengonsumsi susu kotak di menu MBG.

"Tidak banyak orang yang tahu bahwa etnik Melayu, 80 persen mengalami intolerant lactosa, termasuk saya. Jadi, berdasarkan Permenkes Nomor 41 Tahun 2014, kita sudah keluar dari 4 sehat 5 sempurna. Susu adalah protein hewani yang tidak lagi dibutuhkan," katanya.

1. Tan soroti program MBG yang diklaim membantu UMKM

Ahli Gizi, dr. Tan Shot Yen ketika melakukan audiensi dengan komisi IX DPR di Komplek Parlemen Senayan, Jakarta Pusat. (Tangkapan layar TV Parlemen)

Lebih lanjut, ia juga menyoroti klaim yang disampaikan bahwa program MBG turut mengangkat Usaha Menengah, Kecil dan Mikro (UMKM). Sementara, belum ada data bahwa MBG turut menguntungkan nelayan, petani, dan peternak. Temuan menariknya, kini pedagang UMKM memprotes wacana untuk menghentikan MBG.

"Karena mereka mengatakan 'kalian jahat MBG mau dihentikan. Ini namanya menghentikan mata pencaharian.' Sekarang, MBG ini jadi seperti buah simalakama. Jadi, di antara masyarakat sendiri sudah dibenturkan," ujar perempuan kelahiran Beijing itu.

Kini di masyarakat terbelah menjadi dua kubu. Pertama, kubu yang diuntungkan karena dagangannya laku padahal produk makanan yang dijual tidak sehat. Kedua, kubu warga yang menuntut menu MBG harus sehat.

2. Tan minta BGN setop distribusi makanan kering di menu MBG

Dapur MBG Nikmat Barokah Surabaya. (Dok. Istimewa)

Di dalam audiensi itu, dr. Tan menyampaikan empat reformasi yang mendesak dilakukan dalam penyaluran MBG. Pertama, BGN menyetop distribusi makanan kering di dalam menu MBG. Sebab, makanan kering mengacu kepada ultra process food (UPF).

"Kedua, hentikan operasional SPPG yang potensial, apalagi poin ketiga SPPG yang sudah bermasalah," kata dr. Tan.

Ia pun mengkritisi ahli gizi yang bekerja di SPPG. Sebab, mereka baru lulus dan belum punya pengalaman.

"Yang lebih lucu lagi mereka gak ngerti kalau ditanya apa itu HACCP (Hazard Analysis and Critical Control Points). Hewan apa itu? Yang jam terbangnya masih kurang," tutur dia.

Reformasi keempat yaitu terapkan monitoring, evaluasi dan pengawasan yang akuntabel. Sebab, poin keempat sama sekali tidak ada di setiap SPPG.

3. Lima rekomendasi yang disampaikan oleh ahli gizi

Siswa SDN 1 Pragak menikmati menu MBG pertama kali. (IDN Times/Riyanto)

Di forum itu, dr. Tan turut memberikan lima rekomendasi kepada pemerintan dan anggota parlemen. Pertama, menu MBG diprioritaskan untuk dibagikan ke sekolah-sekolah di wilayah 3T (terluar, tertinggal dan terdepan).

"Ketika MBG diluncurkan, BGN beralasan MBG belum diberikan ke anak-anak di wilayah 3T karena strukturnya belum siap. Sudah kami tunggu September, tetap belum siap. Ini mau sampai kapan? Karena sebenarnya target MBG adalah orang-orang yang 3T," kata dr. Tan.

Selain itu, dr. Tan mendorong untuk memodifikasi kantin sekolah. Ia mendorong BGN dan pemerintah agar tidak bersikukuh MBG wajib disalurkan lewat mekanisme SPPG.

Kedua, BGN bisa menggandeng dinas kesehatan dan puskesmas untuk mendistribusikan MBG. Ketiga, BGN harus transparan soal keuangan. Sehingga publik mengetahui lokasi SPPG dan dapur.

Keempat, BGN harus dapat membuktikan sudah terjadi edukasi makanan bergizi kepada penerima manfaat. "Sebab, ini janji dari BGN. Supaya anak kita gak buang-buang sayur," tutur dia.

Kelima, alokasikan 80 persen pangan lokal di dalam menu MBG di seluruh wilayah. "Saya pengen anak Papua bisa makan ikan kuah asam, saya pengen anak Sulawesi bisa makan Kapurung tapi yang terjadi mereka malah diberikan burger," katanya.

Editorial Team