Muhammad Sanusi (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)
Terkait peninjauan kembali kasusnya, posisi Sanusi tak banyak berubah. Jaksa penuntut umum dari KPK sejak awal sudah mengatakan tidak ada landasan yang kuat bagi Sanusi untuk mengajukan langkah hukum tersebut.
Sanusi adalah terpidana kasus suap pembahasan peraturan daerah tentang reklamasi di Pantai Utara Jakarta.
Jaksa Budhi Sarumpaet menilai alasan yang diajukan oleh Sanusi--bahwa keputusan hakim adalah sebuah kehilafan-- tidak dapat diterima. Menurut jaksa Budhi, putusan yang diambil oleh majelis hakim di tingkat banding sudah sesuai dengan keterangan para saksi di pengadilan di tingkat pertama.
"Kesimpulan bahwa majelis hakim telah memutus perkara dari keterangan saksi-saksi yang bersesuaian sehingga majelis hakim memiliki keyakinan bahwa perbuatan pemohon PK terbukti telah melanggar Pasal 12 a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo Pasal 64 KUHP," kata Budhi di persidangan kemarin.
Namun, Budhi tidak menanggapi novum atau bukti baru yang diajukan oleh Sanusi terkait segala kepemilikan asetnya dalam perkara tersebut. Ia memilih menanggapi ketika Sanusi menghadirkan para saksi.
Sementara, Sanusi berencana menghadirkan dua orang saksi dan satu saksi ahli. Namun, ia tidak menjelaskan siapa saksi ahli yang akan didatangkannya.
Sanusi divonis 10 tahun penjara di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Vonis itu jauh lebih berat dari vonis di tingkat pertama di Pengadilan Tipikor, yakni tujuh tahun penjara. Selain itu, KPK juga menyita berbagai aset yang dimiliki oleh Sanusi, antara lain tiga unit mobil mewah yang terdiri dari Audy, Alphard, dan Fortuner. Ada pula mobil Jaguar yang juga disita oleh lembaga anti-rasuah.
Aset lainnya yang disita termasuk apartemen Thamrin Jakarta Residence, Residence 8, rumah di Pulomas dan di area Thamrin.