Hakim konstitusi Saldi Isra terpilih sebagai Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) periode 2023-2028. (youtube.com/Mahkamah Konstitusi)
Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi, Saldi Isra, menemukan kejanggalan dalam norma baru putusan yang mengabulkan gugatan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait usia minimal capres dan cawapres dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Dalam komposisi argumentasi lima hakim yang merumuskan norma baru tersebut memutuskan, siapa pun orang yang pernah atau sedang menduduki jabatan publik hasil pemilu, baik pileg maupun pilkada, bisa maju sebagai capres-cawapres meskipun belum 40 tahun.
Saldi menjelaskan, lima hakim yang menyetujui hal ini sebetulnya tak kompak. Hakim Konstitusi Anwar Usman, Guntur Hamzah, Manahan Sitompul sepakat tak memberi batasan sejauh mana kepala daerah bisa jadi capres-cawapres.
Sementara itu, Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P Foekh menilai, hanya gubernur yang memenuhi syarat konstitusional untuk bisa maju capres-cawapres.
Senada dengan Daniel, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menyetujui hanya gubernur yang memenuhi syarat konstitusional untuk maju capres-cawapres. Dengan catatan, tak semua gubernur memenuhinya. DPR bersama pemerintah sebagai pembentuk UU perlu mengatur lebih lanjut kriteria gubernur tertentu yang layak maju capres-cawapres.
"Merujuk penjelasan di atas, pilihan jabatan publik berupa elected official termasuk pemilihan kepala daerah, kelimanya berada pada titik singgung atau titik arsir jabatan gubernur. Oleh karena itu, seharusnya amar putusan lima hakim konstitusi yang berada dalam gerbong 'mengabulkan sebagian' adalah jabatan gubernur," kata Saldi saat membacakan pendapat berbedanya (dissenting opinion) di Ruang Sidang, Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, Senin (16/10/2023).
Saldi lantas menyinggung amar putusan yang disepakati MK menjadi bunyi Pasal 169 huruf q UU Pemilu. Padahal, sebenarnya putusan yang disepakati itu hanya merepresentasi pendapat hukum tiga hakim konstitusi saja. Dalam hal ini, Anwar, Guntur, dan Manahan.
"Oleh karenanya, amar putusan a quo seharusnya hanya menjangkau jabatan gubernur saja, sebagaimana menjadi titik temu di antara kelima hakim konstitusi tersebut," ucap Saldi.