Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Konferensi pers Komnas HAM pada Rabu (2/11/2022). (IDN Times/Ilman Nafi'an)
Konferensi pers Komnas HAM pada Rabu (2/11/2022). (IDN Times/Ilman Nafi'an)

Intinya sih...

  • Dikhawatirkan beban kerja yang besar tak seimbang dengan pemenuhan prioritas tiap isu lembaga

  • Di tingkat internasional, lembaga HAM yang bisa mewakili negara hanya satu

  • Revisi UU HAM harus cermat dan hati-hati

Jakarta, IDN Times - Kementerian HAM telah melakukan kick off revisi Undang-Undang 39 Tahun 1999 tentang HAM pada Kamis (10/7/2025). Menteri HAM Natalius Pigai menilai, UU tersebut perlu direvisi mengingat sudah berusia hampir 26 tahun dan banyak isinya yang sudah tidak relevan dengan perkembangan zaman.

Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menjelaskan, revisi beleid ini bakal memuat sejumlah hal, salah satunya wacana untuk menggabungkan beberapa lembaga HAM seperti Komnas HAM, Komnas Perempuan, dan KPAI sebagai satu lembaga tunggal. Namun, wacana penggabungan lembaga ini dikhawatirkan berpotensi pada pelemahan perlindungan dan pemenuhan hak perempuan serta anak.

“Menggabungkan lembaga-lembaga ini juga berisiko melemahkan fokus, keahlian, dan pendekatan sensitif terhadap isu perempuan dan anak, yang membutuhkan penanganan khusus dan berbeda dari isu HAM umum,”ungkap Koordinator KontraS, Dimas Bagus Arya, dalam keterangan resmi dikutip Senin (14/7/2025).


1. Dikhawatirkan beban kerja yang besar tak seimbang dengan pemenuhan prioritas tiap isu lembaga

Ilustrasi hukum. (IDN Times/Mardya Shakti)

Bila mengacu pada standar internasional, General Comment No. 2 Committee on the Rights of the Child, sebaiknya negara yang telah meratifikasi Konvensi Hak Anak (seperti Indonesia) memiliki lembaga khusus yang menangani persoalan perlindungan dan pemenuhan hak anak.

Dimas mengatakan, nantinya beban kerja yang besar dikhawatirkan tak seimbang dengan pemenuhan prioritas tiap isu lembaga itu. Oleh karena itu, wacana menggabungkan beberapa lembaga ini harus hati-hati.

2. Di tingkat internasional, lembaga HAM yang bisa mewakili negara hanya satu

gedung KPAI Jakarta / dok.KPAI

Natalius Pigai mengungkapkan, lembaga HAM yang bisa mewakili negara hanya satu. Karena itu, rekomendasi penggabungan lembaga ini disebut untuk memudahkan representasi Indonesia di PBB. Meski demikian peleburan ini bakal dipertimbangkan.

3. Revisi UU HAM harus cermat dan hati-hati

Menteri Hak Asasi Manusia, Natalius Pigai, saat berada di Makassar, Senin (12/5/2025). IDN Times/Darsil Yahya

KontraS juga menyebut, wacana revisi UU HAM harus dilakukan dengan cermat dan hati-hati. Perubahan yang ada harus mengarah pada perbaikan struktural pelanggaran HAM yang kian hari terus berulang.

“Perubahan tersebut juga harus menjawab permasalahan struktural pelanggaran HAM yang terus berulang, serta mendengarkan dan berpihak pada korban pelanggaran HAM,” kata Dimas.

Kememham mengungkapkan, pihaknya telah menyelesaikan sekitar 60 persen dari draf awal revisi. Sisanya, 40 persen, akan dikaji lebih lanjut dan melibatkan masukan dari publik, para ahli hukum, serta 25 kementerian/lembaga terkait.

Kememham juga mengundang para pakar dan akademisi HAM terkemuka di Indonesia untuk melakukan brainstorming. Di antaranya Prof. Makarim Yudhisono, Prof. Hamid Abbas, Haris Azhar, Dr. Roya Tulu Asmida, Dr. Zainal Akudin, hingga para dosen dan akademisi dari berbagai universitas yang mengajar pada bidang HAM.


Editorial Team

EditorSunariyah