Komnas HAM: Kejadian di Sukabumi Contoh Pelanggaran Kebebasan Beragama

- Polisi didorong beri perlindungan bagi korban dan keluarga pengelola villa.
- Komnas HAM dorong Menag keluarkan kebijakan untuk cegah tindakan intoleran.
- Pemprov Jabar didorong berikan pemulihan psikososial bagi keluarga pengelola villa.
Jakarta, IDN Times - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menilai telah terjadi bentuk pelanggaran terhadap hak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan, hak kebebasan berkumpul serta hak atas rasa aman. Penilaian itu diambil berdasarkan hasil observasi langsung ke lapangan pada periode 3-4 Juli 2025 lalu.
Persekusi itu dimulai pada 27 Juni 2025 sekitar pukul 13.30 WIB usai warga sekitar tiba-tiba mendatangi villa di Kecamatan Cidahu tersebut. Warga menuding sedang dilakukan ibadah di dalam villa. Padahal, di sana sedang digelar acara retret yang dilakukan oleh sekelompok remaja dari Jakarta.
Koordinator Subkomisi Penegakan HAM Komnas HAM, Pramono Ubaid Tanthowi mengatakan para peserta retret mengalami intimidasi, pengusiran secara paksa, perusakan kendaraan serta perusakan fasilitas tempat tinggal. "Tindakan persekusi itu tidak hanya melukai nilai-nilai toleransi yang dijamin oleh konstitusi, tetapi juga menciptakan rasa takut dan trauma khususnya bagi peserta yang sebagian besar berusia remaja," ujar Pramono di dalam keterangan tertulis pada Jumat (11/7/2025).
Komnas HAM menyampaikan respons dan mendorong kepada sejumlah pihak agar peristiwa persekusi itu segera ditindak lanjuti. Pesan Komnas HAM kepada Polres Sukabumi yaitu melaksanakan proses hukum secara profesional, transparan, akuntabel dan berkeadilan terutama bagi para korban.
1. Polisi didorong beri perlindungan bagi korban dan keluarga pengelola villa

Lebih lanjut Komnas HAM juga mendorong pihak kepolisian agar memberikan perlindungan kepada para korban, terutama keluarga pengelola villa yang tinggal dan berdomisili di Desa Tangkil, Kecamatan Cidahu, agar dapat melanjutkan kehidupan dengan aman dan nyaman seperti sediakala.
Selain itu, Komnas HAM tutur mengimbau masyarakat Cidahu dan sekitarnya untuk mengedepankan dialog, saling menghormati dan tidak mudah terprovokasi oleh sentimen agama atau informasi yang tak benar. "Kami juga mendorong masyarakat untuk menolak segala bentuk persekusi dan tindakan main hakim sendiri dalam kehidupan bermasyarakat," ujar Pramono.
Ia menggaris bawahi setiap warga negara tanpa kecuali berhak menjalankan ibadah sesuai dengan keyakinannya serta mempunya hak serta kebebasan untuk berkumpul. Asal, kata Pramono, perkumpulan itu dilakukan secara damai dan tak melanggar hukum.
"Komnas HAM menuntut kehadiran negara untuk menjamin, melindungi dan memenuhi hak-hak tersebut. Kami juga akan terus mengawal proses hukum dan pemulihan bagi para korban dan mendorong penyelesaian secara adil dan bermartabat," katanya.
2. Komnas HAM dorong Menag keluarkan kebijakan untuk cegah tindakan intoleran

Selain kepada masyarakat, Komnas HAM juga mendorong Menteri Agama, Nasaruddin Umar untuk membuat kebijakan afirmatif untuk mencegah tindakan intoleran dan diskriminatif di ruang publik maupun privat. "Menag juga wajib memastikan implementasi jaminan konstitusional atas kebebasan beragama dan berkeyakinan di seluruh wilayah Indonesia, khususnya di tingkat lokal," ujar Pramono.
3. Pemprov Jabar didorong berikan pemulihan psikososial bagi keluarga pengelola villa

Komnas HAM juga mendorong Pemprov Jawa Barat dan Forkompinda untuk memberikan atensi dan pelayanan kesehatan serta pemulihan psikososial kepada keluarga pengelola villa yang turut menjadi korban dalam peristiwa persekusi 27 Juni 2025 lalu. Pramono turut mendorong Pemprov Jabar untuk menyebarkan pemahaman tentang pentingnya penghormatan terhadap keberagaman agama dan keyakinan serta solidaritas kerukunan antar umat beragama.
Polda Jawa Barat telah menangkap dan menahan tujuh tersangka dalam kasus persekusi rumah singgah di Kecamatan Cidahu. Tujuh tersangka yang telah ditetapkan oleh polisi adalah R N (merusak pagar dan mengangkat salib), U E (merusak pagar), E M (merusak pagar), M D (merusak motor), M S M (menurunkan dan merusak salib besar), H (merusak pagar serta merusak motor), dan E M (merusak pagar).
Semula, staf khusus Menteri HAM ingin menjaminkan diri agar penahanan tujuh tersangka itu dapat ditangguhkan. Namun, usai menuai kecaman dari publik, upaya itu diklaim sekedar usulan belaka.