Presiden Jokowi bertemu tokoh masyarakat adat dan agama, di Balikpapan, Kalimantan Timur, Selasa 17 Desember 2019 (IDN Times/Teatrika Handiko Putri)
Warga Paser tidak sepenuhnya menolak kehadiran IKN. Kepercayaan para leluhur tetap mereka pegang teguh, yaitu akan tiba suatu masa di mana keramaian hadir di Penajam Paser Utara. Oleh karenanya, mau tidak mau, mereka harus menyambut keramaian tersebut.
Akan tetapi, tidak terbesit dalam benak mereka bahwa keramaian yang akan datang justru mengancam kehadiran serta kedamaian mereka. Yossie pesimis bila dikatakan pemindahan Ibu Kota tidak akan mengganggu eksistensi masyarakat adat. Sebab, sejak 2013 hingga hari ini, RUU Masyarakat Adat sebagai banteng terakhir yang melindungi tradisi dan kearifan lokal tak kunjung disahkan.
Setidaknya, keberadaan RUU Masyarakat adat menjamin keberadaan hutan adat sebagai tempat masyarakat melangsungkan segala ritual dan tradisi. “Tanpa Undang-Undang Perlindungan Masyarakat Adat, kami lemah di mata hukum,” kata Yossie.
Perasaan khawatir warga Paser kian menjadi-jadi setelah pertemuan sejumlah tokoh masyarakat dengan Presiden Jokowi di De Bandar Resto, Balikpapan, pada Selasa, 17 Desember 2019. Sebagian orang mungkin saja mengira “diplomasi meja makan” itu menuntaskan segala was-was. Nyatanya, pertemuan yang berlangsung kurang dari 30 menit itu berakhir dengan kekecewaan.
Pertemuan tersebut adalah agenda dadakan, bukan acara yang direncanakan. Ketua Lembaga Adat Paser Kabupaten Penajam Paser Utara, Musa, menceritakan bahwa dirinya dihubungi oleh rombongan presiden pada satu hari sebelum pertemuan.
“Pertemuan itu mendadak. Saya malamnya baru diinformasikan. Malahan kami hampir tidak diundang,” ungkap Musa saat dihubungi IDN Times melalui sambungan telepon pada Kamis (6/2/2020).
Sebagai tokoh adat, Musa menanggung beban moral karena tidak menyambut kedatangan orang nomor satu di Indonesia. “Kami masyarakat Paser, setiap ada tamu besar, kami ada ritual Tepung Tawar. Tapi kami gak sempat ketika Pak Jokowi datang karena kami gak ada informasi kedatangan. Orang-orang pemerintah juga tidak koordinasi,” dia menambahkan.
Sekitar 20 tamu undangan sudah hadir di De Bandar Resto, Kota Balikpapan, dua jam sebelum pertemuan berlangsung. Bukan hanya tokoh adat, ada juga tokoh masyarakat, praktisi ekonomi hingga praktisi pendidikan. Sebagian dari mereka sudah tiba sejak pukul 10.30 WITA. Mereka harus menunggu kedatangan Jokowi yang diagendakan pada jam-jam makan siang.
Tidak dipungkiri, meskipun mendadak, Musa mengaku senang bisa bertemu dengan Jokowi. Dia berharap pertemuan ini bisa dimanfaatkan sebaik mungkin sebagai momentum menyampaikan aspirasi Suku Paser.
Sembari menunggu kedatangan presiden, mereka disuguhkan makan siang dengan ragam menu. Mulai dari tahu, kepiting sambal, udang goreng, ayam bakar dan aneka makanan laut lainnya. Selama penantian hingga pertemuan berakhir, rumah makan itu tertutup untuk umum, juga untuk wartawan. Hanya tamu undangan dan rombongan presiden yang bisa menginjakkan kaki di sana.
Jokowi tiba di lokasi sekitar pukul 13.00 WITA. Pertemuan berlangsung singkat dan tertutup. Begitu selesai, mantan Gubernur DKI Jakarta itu menjelaskan, maksud pertemuan tersebut adalah meminta izin kepada tokoh masyarakat se-Kalimantan Timur perkara peralihan Ibu Kota Negara. Dia juga meyakinkan, pembangunan IKN tidak akan mengganggu pemukiman warga karena pembangunannya dilakukan di atas tanah negara.
“Saya mengucapkan kulo nuwun kepada tokoh-tokoh dan masyarakat Kalimantan Timur serta umumnya di seluruh Kalimantan untuk membangun Ibu Kota,” ujar Jokowi kepada awak media pada 17 Desember 2019 lalu.
Sayangnya, pertemuan tersebut tidak memuaskan hati para tokoh, terlebih untuk perwakilan Suku Paser. Musa menyampaikan, setelah Jokowi memohon izin, sang presiden memberikan kesempatan kepada para undangan untuk menyampaikan pendapat. Tentunya semua berlomba-lomba untuk menjadi yang paling cepat mengacungkan tangan.
Jokowi akhirnya memilih dua orang yang mengangkat tangan paling awal. Satu dari mereka mewakili warga Samarinda yang tanahnya diambil paksa demi pembangunan Tol Balikpapan-Samarinda. Lainnya adalah praktisi pendidikan.
Salah satu tamu undangan, Ervan Masbanjar yang hadir mewakili Dewan Adat Dayak menyampaikan jika dua orang terpilih sama sekali tidak mewakili aspirasi warga Kabupaten Penajam Paser Utara, secara umum, dan Suku Paser, secara khusus.
“Yang satu minta presiden segera menuntaskan konflik lahan terkait Tol Samarinda. Yang satunya menuntut supaya sektor pendidikan menjadi perhatian di IKN nanti. Apa yang mereka sampaikan memang tidak mewakili masyarakat yang terdampak Ibu Kota secara langsung,” kata Ervan kepada IDN Times melalui telepon pada Kamis (6/2/2020).
Ervan menceritakan lebih jauh, “Jokowi hanya menjawab, soal tol segera diselesaikan. Kalau yang praktisi pendidikan, katanya nanti di IKN ada beberapa kluster, ada kluster bisnis, pendidikan, dan banyak. Nah yang pendidikan itu nanti katanya akan bertaraf internasional.”
Setelah itu, Jokowi tidak meneruskan sesi dialog. Si tokoh utama harus pamit. Warga hanya sempat mengutarakan satu-dua kata sembari berjabat tangan dengan sang presiden. Itu pun kurang dari satu menit. Ervan tidak yakin apa yang mereka sampaikan ketika bersalaman dicatat oleh staf presiden.
Ironinya, usai pertemuan, tidak ada staf presiden yang menghimpun aspirasi tokoh adat yang tidak mendapat kesempatan berdialog. Pertemuan langsung selesai. Bubar begitu saja.
“Jujur saja, kami masyarakat Paser agak kecewa dengan pertemuan tersebut. Kami sebagai perwakilan Lembaga Adat gak dapat kesempatan bicara. Padahal kami sangat ingin menyampaikan supaya kebudayaan dan hutan adat tolong disiapkan di IKN, dijaga, karena hutan sudah banyak diambil perusahaan,” kata Musa.
Dikonfirmasi terpisah, Kepala Sekretariat Presiden, Heru Budi Hartono, justru mengatakan bahwa rencana pertemuan sudah diatur jauh-jauh hari. Pertemuan tersebut dikatakan sebagai komitmen Jokowi untuk melibatkan masyarakat adat di tengah proses pemindahan IKN.
“Kira-kira 3-4 hari mau menuju ke sana, kita bilang kebetulan bapak akan meninjau, saran dari bapak sebaiknya tokoh setempat dilibatkan sehingga sejak dini mereka sudah tahu program. Tujuannya jadi komunikasi terbangun,” kata Heru di Istana Negara kepada IDN Times, Rabu (26/2).
Meski dipersiapkan jauh-jauh hari, pertemuan hanya berlangsung kurang dari 30 menit. Pihak yang diberi kesempatan bicara hanya dua orang. Tidak ada dari mereka yang mewakili suara masyarakat PPU, suku Paser, dan suku Dayak sebagai pihak yang terdampak langsung pembangunan IKN.
Kendati begitu, Heru yakin dua orang tersebut sudah mewakili aspirasi para tamu undangan yang tidak mendapat kesempatan mengutarakan aspirasinya.
“Dua itu mewakili semuanya, apa yang kira-kira mereka sarankan,” katanya.
Sebuah megaproyek bakal dibangun dan akan mengoyak tradisi warisan leluhur. Ironinya, pemerintah pusat lebih sibuk menghabiskan waktu berjam-jam bernegosiasi dengan calon investor penyandang dana, ketimbang mendengarkan keluh-kesah warga lokal.