Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Tempo.co

Dalam kurun waktu sebulan terakhir, tiga lembaga survei mengeluarkan rilis tentang elektabilitas atau tingkat keterpilihan pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubenur DKI Jakarta. Hasilnya, ketiganya memiliki "jagoan" masing-masing. Jika Lingkaran Survei Indonesia (LSI) mengunggulkan pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno, lembaga survei Indikator dan Charta Politika justru menempatkan pasangan Agus Harimurti-Sylviana Murni sebagai pemilik elektabilitas tertinggi.

Pengamat politik dari Universitas Airlangga, Hari Fitrianto mengatakan ada banyak hal yang menyebabkan perbedaan hasil survei tersebut. Menurut Hari, faktor terbesar adalah ditetapkannya calon Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sebagai tersangkan kasus dugaan penistaan agama. Akibatnya, para pemilih Ahok menarik dukungannya dan berimbas pada elektabilitas dua calon lain. "Terlebih, sebagai petahana, elektabilitas Ahok dalam 6 bulan terakhir juga tidak menunjukan angka yang fantastis. Ini berbeda dengan Risma atau Soekarwo di Jawa Timur," kata Hari kepada IDNtimes.com, Rabu (30/11). Selain itu, perbedaan hasil survei juga bisa disebabkan oleh metode pengambilan data. 

Survei LSI unggulkan Ahok-Djarot.

Default Image IDN

Pada awal bulan November, Lingkaran Survei Indonesia sempat merilis survei pertama setelah Ahok dilaporkan dalam kasus dugaan penistaan agama. Hasilnya, elektabilitas Ahok turun hingga hampir 7 persen usai demo 4 November yang menuntut proses hukum terhadapnya.

Namun, Ahok-Djarot masih unggul dari para rival dengan elektabilitas mencapai 24,6 persen. Dua calon lain yaitu Agus-Sylvi dan Anies-Sandi menempati urutan 2 dan 3 dengan elektabilitas masing-masing 20.9 dan 20 persen.

Rilis LSI terbaru menunjukkan Anies-Sandi pemilik elektabilitas tertinggi.

Default Image IDN

Tak lama setelah mengeluarkan hasil survei elektabilitas yang mengunggulkan Ahok, LSI kembali merilis survei dengan hasil yang berbeda. Dalam survei terbaru, elektabilitas Ahok-Djarot terjun bebas setelah ditetapkan menjadi tersangka. Bahkan, posisi Ahok-Djarot yang awalnya berada di puncak berubah menjadi paling buncit dengan menyisakan elektabilitas sebesar 10,6 persen. Sebaliknya, Anies-Sandi menjadi pemilik elektabilitas tertinggi dengan 31,90 persen. 

Agus unggul versi lembaga Indikator dan Charta Politika.

Default Image IDN

Berbeda dengan LSI, lembaga survei Indikator justru memenangkan pasangan Agus-Sylvi dengan elektabilitas 30,4 persen. Adapun pasangan Ahok-Djarot dan Anies-Sandi masing-masing berada di urutan 2 dan 3. Senada, lembaga survei Charta Politika pun menempatkan pasangan Agus-Sylvi dengan tingkat keterpilihan 29,5 persen. 

Perbedaan hasil survei bukan pertama kali.

Default Image IDN

Bukan kali ini saja hasil survei menunjukkan hasil berbeda. Saat pemilihan Presiden 2014 lalu bahkan hitung cepat beberapa lembaga survei menunjukkan perbedaan. Beberapa survei memenangkan pasangan Jokowi-JK, sisanya mengunggulkan Prabowo-Hatta. Sejak saat itu, kredibilitas lembaga survei pun banyak dipertanyakan. Untuk itu, Komisi Pemilihan Umum kemudian melakukan registrasi dan verifikasi terhadap lembaga survei yang terlibat dalam pemilihan umum.  

Pengawasan KPU dan Bawaslu.

Default Image IDN

Hari mengatakan, seharusnya KPU tak cuma mendaftar para lembaga survei, mereka juga seharusnya membuat regulasi. Di sisi lain, Badan Pengawas Pemilu juga harus memantau transparansi pendanaan lembaga survei.

Integritas ditentukan oleh hasil akhir.

Default Image IDN

            
Walaupun hasil survei berbeda, namun hasil akhir Pilpres 2014 menurut Hari cukup menjadi pembelajaran bagi masyarakat Indonesia. Saat ini pemilih menjadi tahu mana lembaga survei yang bisa dipercaya. "Integritas lembaga survei akan dibuktikan saat hasil akhir diumumkan KPU," ujar Hari. 

Editorial Team