Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
WhatsApp Image 2025-10-27 at 16.32.11 (5).jpeg
Konferensi Pers Capaian Kemen PPPA Selama Satu Tahun oleh Menteri PPPA Arifah Fauzi di Kantor KemenPPPA. (IDN Times/Lia Hutasoit)

Intinya sih...

  • Proses koordinasi masih berlangsung antara Kemen PPPA dan TNI

  • Ada kejanggalan atas meninggalnya MHS menurut Direktur LBH Medan

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi, mengatakan bakal berkoordinasi dengan Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto tentang putusan majelis Hakim Pengadilan Militer I-02 Medan terhadap Sertu Riza Pahlevi.

Sertu Reza terlibat dalam kasus tewasnya pelajar 15 tahun berinisial MHS pada 2024 lalu. Dalam kasus ini Riza hanya menjatuhkan vonis 10 bulan.

"Kami sedang berkoordinasi dengan Bapak Panglima, jadi kami sedang berproses, kami akan menampaikan bahwa ini ada ketidakadilan," kata Arifah saat Konferensi Pers Capaian Kemen PPPA Selama Satu Tahun di Kantor Kemen PPPA, Senin (27/10/2025).

1. Proses koordinasi masih berlangsung

Konferensi Pers Capaian Kemen PPPA Selama Satu Tahun oleh Menteri PPPA Arifah Fauzi di Kantor KemenPPPA. (IDN Times/Lia Hutasoit)

Dia mengatakan, proses koordinasi saat ini masih berlangsung. Pihaknya juga akan menginformasikan hasil dari advokasi antara Kementerian PPPA dengan TNI tentang kasus ini.

"Kami pasti akan menginformasikan hasil advokasi kami. Jadi ini lagi proses dengan Bapak Panglima," kata Arifah.

2. Ada sejumlah kejanggalan atas meninggalnya MHS

Irvan Syahputra Direktur LBH Medan (IDN Times/Eko Agus Herianto)

Direktur LBH Medan, Irvan Syahputr, mengatakan, ada sejumlah kejanggalan atas meninggalnya MHS. Keluarga korban juga menilai ada kejanggalan dalam putusan a quo ketika majelis hakim dalam pertimbangannya menyatakan tidak ditemukan jejak atau bekas luka pada tubuh korban.

"Padahal sebelumnya korban mengalami rasa sakit luar biasa di bagian perut sehingga mengakibatkan tidak bisa duduk dan terus menerus muntah. Hal tersebut sebagaimana yang telah disampaikan saksi bernama Det Malem Haloho dalam persidangan," kata Irvan.

3. Putusan sebut Sertu Riza tak serang MHS

Lenny Damanik selaku ibu kandung MHS (IDN Times/Eko Agus Herianto)

Selain itu, kata dia, kejanggalan putusan semakin jelas saat pertimbangan hukum lainnya menyatakan Sertu Riza tidak melakukan penyerangan kepada korban. Hal ini disebut Irvan sangat berbeda dengan keterangan saksi Ismail Syahputra Tampubolon yang melihat langsung korban diserang sehingga terjatuh di sela rel TKP.

"Begitu juga dengan keterangan saksi Naura Panjaitan mengatakan terjadi pemukulan yang mengakibatkan seorang anak terjatuh di bawah rel. Namun dikarenakan Naura Panjaitan meninggal sehingga tidak dapat hadir dalam persidangan. Secara hukum kejanggalan kasus MHS terlihat ketika Sertu Riza Pahlevi tidak ditahan, padahal telah menyebabkan kematian anak dibawah umur," kata Irvan.

4. MHS diduga dianiaya dan ditangkap

Ilustrasi meninggal dunia (IDN Times/Sukma Shakti)

Kasus ini bermula pada 24 Mei 2024, saat MHS bersama temannya berada di lokasi tawuran di Jalan Pelican, Deli Serdang. Dalam upaya pembubaran tawuran, MHS diduga ditangkap dan dianiaya Bintara Pembina Desa (Babinsa) hingga mengalami luka berat dan meninggal dunia, meskipun dia tidak terlibat tawuran. Ibu MHS kemudian melapor ke Detasemen Polisi Militer I/5 dengan nomor laporan TBLP-58/V/2024.

Setelah lebih dari satu tahun proses hukum berjalan, Pengadilan Militer menjatuhkan vonis pada pelaku pada 20 Oktober 2025 dengan hukuman pidana penjara 10 bulan dan pembayaran restitusi Rp12.777.100 (Rp12,7 juta). Hukuman pidana ini lebih ringan dari ancaman hukuman yang diatur dalam Pasal 76C Jo Pasal 80 Ayat 3 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, yaitu 15 tahun penjara.

Riza dijerat Pasal 359 KUHP Jo Pasal 190 Ayat 1 UU No 31 tahun 1997, Pasal 7 Jo Pasal 8 Ayat 1 Jo Pasal 30 Ayat 2 Perma 1 Tahun 2022 atas kealpaannya menyebabkan orang lain mati.

Editorial Team