Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi korupsi (IDN Times/Arief Rahmat)

Jakarta, IDN Times - Guru Besar Hukum Pidana Universitas Airlangga, Nur Basuki Minarno, menilai dissenting opinion atau pendapat berbeda yang disampaikan anggota Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Mulyono Dwi Purwanto, terkait kerugian negara dalam kasus Asabri sudah tepat dari segi aturan atau undang-undang. Sebab, kerugian negara dalam kasus korupsi termasuk kasus Asabri harus kerugian nyata dan pasti, tidak boleh potensial kerugian karena akan menjadi beban bagi terpidana.

“Kalau argumentasinya (dissenting opinion hakim Mulyono) seperti itu (perhitungan kerugian keuangan negara harus nyata dan pasti), dari sisi aturannya itu benar. Dissenting opinion ini penting untuk menjadi catatan bagi pengadilan di atasnya,” ujar Nur kepada wartawan, Kamis (6/1/2022) malam.

1. Penghitungan kerugian negara di kasus Asabri dinilai gak tepat

PT Asabri (Persero). (Asabri)

Ia menilai Mulyono memberi pendapat berbeda karena penghitungan kerugian negara dalam kasus Asabri oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tidak konsisten. Di satu pihak, kata dia, BPK mendasarkan perhitungan pada pembelian dana investasi oleh Asabri yang tidak sesuai prosedur dan di lain pihak.

BPK tetap menggunakan pengembalian efek yang diterima dari reksadana yang dibeli secara tidak sah dalam perhitungannya kerugian keuangan negara.

“Artinya BPK itu menggunakan dua parameter yang berbeda. Jadi, BPK mengatakan pembelian dana investasi tidak sesuai dengan prosedur, akan tetapi di dalam perhitungannya itu menggunakan pengembalian efek yang diterima dari reksadana yang dibeli secara tidak sah. Sehingga anggota Majelis Hakim Mulyono menilai itu belum menunjukkan kerugian negara yang secara nyata ada, tetapi itu hanya menunjukkan potensial loss saja,” jelas Nur.

2. Penghitungan kerugian negara harus nyata demi kepastian hukum

Editorial Team

Tonton lebih seru di