Terlepas dari simbol lukisan dan nasi goreng, Prof Sukron juga melihat perbedaan bahasa tubuh dari Prabowo ketika bertemu Megawati dan rival saat Pilpresnya, Presiden Jokowi.
“Gestur tubuh untuk melihat komunikasi kepada publik, lebih santai (bertemu Megawati). Daripada bertemu dengan Jokowi, karena ada beban-beban kubu oposisi sebagai lawan yang pernah berhadap-hadapan,” ucapnya.
“Beda dengan Megawati, pertemuannya di rumah lebih santai dengan nasi goreng. Komunikasinya lebih jauh daripada kontestasi selama ini, karena mereka kan sesama anak elite. Mega sebut ‘mas Bowo’ itu kan suatu kedekatan,” sambung Prof. Sukron.
Mengapa Prabowo kembali mendekati Megawati?
“Bahasa tubuh Prabowo berdasarkan pengalaman gagal jadi Capres, kemungkinan di 2024 kan tidak akan lagi menjadi calon lagi. Di dalam struktur politik Indonesia itu, ketika tidak memegang kekuasaan itu maka sumber ekonomi partai akan kesulitan. Makanya dalam sejarahnya sedikit sekali yang menjadi oposisi. Ketika ada oposisi dalam kultur Jawa juga kan oposisi yang harmoni bukan oposisi yang melakukan check and balance secara serius,” paparnya.