Mendagri Tito Karnavian memberikan keterangan pers di Kantor Presiden, Jakarta Pusat, Jumat 3 Januari 2020 (IDN Times/Teatrika Handiko Putri)
Kewenangan pemberian sanksi teguran dan pemecatan kepala daerah oleh Mendagri tercantum dalam Pasal 520. Pada ayat 1 pasal tersebut, kepala daerah yang tidak melaksanakan program strategis nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 huruf f dikenai sanksi administratif berupa teguran tertulis oleh Mendagri.
Pada ayat (2), Mendagri berwenang memberhentikan selama tiga bulan kepala daerah yang tidak mengindahkan teguran tertulis. Lalu pada ayat (3), Mendagri diberi kuasa penuh untuk memecat kepala daerah yang masih tidak patuh.
Sementara itu, Mendari Tito Karnavian memastikan belum ada pasal tersebut dalam draf omnibus law. Apabila benar ada pasal tersebut, Tito akan menurunkannya dari draf omnibus law.
"Pertama, saya mau koreksi di dalam RUU Omnibus Law Cipta Kerja, saya sudah cek belum ada pasal mengenai pemberhentian kepala daerah oleh Mendagri atau Presiden. Kalaupun ada, tidak akan kita... saya sebagai Mendagri meminta itu didrop (diturunkan)," kata Tito di Kompleks DPR RI, Selasa (22/1).
Tito beralasan soal pemberhentian gubernur atau kepala daerah telah dibahas di dalam UU 23 Tahun 2014 tentang Kepala Daerah. Di dalam UU tersebut telah diatur proses pemberhentian kepala daerah.
"Kenapa? Karena sudah ada UU-nya, UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Kepala Daerah, baca pasal 67, 68, 69, 76, sampai 89. Di situ berisi tentang bahwa kepala daerah diberhentikan oleh Presiden, satu bila meninggal dunia, dua kalau seandainya mengundurkan diri, yang ketiga diberhentikan," ujar Tito.
"Nah diberhentikan ini salah satunya karena tidak melaksanakan program strategis nasional, yang kedua misalnya meninggalkan tempat berturut-turut tanpa izin selama 7 hari atau akumulatif tidak berturut-turut selama 1 bulan, teguran pertama, teguran kedua, itu dapat diberhentikan temporer tiga bulan," sambungnya.