Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Politikus Partai Demokrat, Dede Yusuf (IDN Times/Amir Faisol)
Politikus Partai Demokrat, Dede Yusuf (IDN Times/Amir Faisol)

Intinya sih...

  • Putusan MK memerintahkan pemilu pada 2029 tak lagi digelar serentak

  • Pemisahan pemilu nasional dan lokal dapat mempengaruhi peta kekuatan politik partai

  • Biaya politik semakin mahal karena caleg tak lagi bekerja tandem

Jakarta, IDN Times - Wakil Ketua Komisi II DPR R,I Dede Yusuf mengatakan, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 135/PUU-XXII/2024 bersifat final dan mengikat. Menurutnya, keputusan ini tetap harus dijalankan meskipun membawa sejumlah konsekuensi.

Dalam amar putusannya, MK memerintahkan pelaksanaan pemilu pada 2029 tak lagi digelar secara serentak. MK juga memerintahkan adanya pemisahan rezim pemilu nasional dan lokal.

MK juga memerintahkan pemilu nasional dan daerah digelar paling cepat jeda 2 tahun atau paling lama 2 tahun 6 bulan sejak pelantikan.

Pemilu nasional yang dimaksud, meliputi pemilihan presiden-wakil presiden, DPR RI, DPD RI. Sementara, pemilu daerah, meliputi pemilihan gubernur-wakil gubernur, bupati-wakil bupati, wali kota-wakil wali kota, DPRD Provinsi, DPRD kabupaten/kota.

Dede Yusuf mengatakan, wacana pemisahan pemilu nasional dan lokal telah menjadi salah satu topik pembahasan yang muncul di Komisi II.

Bahkan, terdapat usulan agar pemilu dilakukan dalam dua tahap dengan jeda waktu sekitar dua tahun. Dengan demikian, setelah pemilu nasional selesai, baru dilanjutkan dengan Pilkada dan Pemilihan DPRD.

"Komisi II melihatnya apapun keputusan daripada MK, tentu itu sudah final and binding, artinya tetap harus dilaksanakan dan dijalankan," kata Dede Yasuf kepada IDN Times, saat dihubungi, Sabtu (28/6/2025).

1. Perpanjangan masa jabatan kepala daerah

Wakil Ketua Komisi II DPR RI Dede Yusuf sebut RUU Pemilu ditargetkan rampung 2026. (IDN Times/Amir Faisol)

Paska putusan ini, Dede Yusuf lantas menyoroti sejumlah konsekuensi hukum yang akan timbul. Pertama, mengenai perpanjangan masa jabatan kepala daerah dan DPRD.

Dia mengatakan, kepala daerah yang masa jabatannya jatuh tempo pada 2029 harus diperpanjang dua tahun atau dilanjutkan dengan penjabat (Pj) kepala daerah.

"Ini juga mungkin harus dipertimbangkan karena di dalam undang-undang sendiri bahwa dikatakan pemilihan umum itu adalah bersifat 5 tahun sekali," kata Waketum Partai Demokrat itu.

"Apakah dengan konsep 5 tahun sekali ini sudah bisa disamakan dengan yang perpanjangan 2 tahun tersebut?" sambungnya.

2. Mempengaruhi peta kekutan partai politik dalam pemilu

Wakil Ketua Komisi II DPR RI Dede Yusuf sebut RUU Pemilu ditargetkan rampung 2026. (IDN Times/Amir Faisol)

Di sisi lain, pemisahan pemilu ini juga bisa mempengaruhi terhadap peta kekuatan politik partai (parpol). Artinya, kader-kader potensial yang seharusnya dapat bertarung dalam Pilkada kemungkinan besar tidak dapat ikut serta karena pemisahan waktu pelaksanaan.

Konsekuensinya, partai harus memutuskan siapa kader yang mau ikut dalam pilkada di daerah atau ikut dalam gerbong pertarungan nasional.

"Kita juga harus melihat bahwa dengan pilkada daerah itu diundur sekitar 2-2,5 tahun maka kemungkinan besar bahwa kader-kader partai yang mustinya sudah bisa diperoleh pada saat pemilihan umum nasional atau kita sebut saja sebagai caleg-caleg unggulan kemungkinan dia tidak bisa bertarung di dalam pilkada daerah," tutur dia.

3. Biaya politik semakin mahal karena caleg tak lagi bekerja tandem

Wakil Ketua Komisi II DPR RI Dede Yusuf mengatakan pihaknya segera membentuk Panja UU Pemilu. (IDN Times/Fauzan)

Selain itu, Dede Yusuf menilai, pemisahan pemilu ini juga akan berpengaruh terhadap biaya politik partai dan caleg. Pasalnya, selama ini, kader partai seringkali bekerja secara tandem.

Dengan keputusan ini, konsep tandem tak lagi bisa dilakukan. Akibatnya, beban politik bagi caleg nasional menjadi lebih berat.

"Kemungkinan biaya daripada cost politik juga bisa menjadi lebih tinggi dikarenakan untuk konsep tandem atau mungkin antara kerjasama antara DPR dan DPRD kita menyebutnya tandem itu mungkin tidak bisa dilakukan," kata dia.

"Akibatnya cost beban politik bagi caleg-caleg nasional itu tentu juga akan menjadi lebih berat dan ini harus kita pikirkan," sambungnya.

Namun, Dede Yusuf mengatakan, putusan MK nomor 135/PUU-XXII/2024 ini akan menjadi substansi yang akan dibahas dalam perubahan undang-undang pemilu.

"Kami Komisi II akan mencatat ini dan akan memasukkannya di dalam rancangan Revisi Undang-Undang Pemilu yang mudah-mudahan akan segera kita bahas," kata dia.

Editorial Team