Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Kemendagri Kaji Putusan MK soal Pemilu Nasional-Lokal Dipisah

Bahtiar Baharuddin, Dirjen Polpum Kemendagri yang ditunjuk sebagai Pj Gubernur Sulsel/Istimewa
Bahtiar Baharuddin, Dirjen Polpum Kemendagri yang ditunjuk sebagai Pj Gubernur Sulsel/Istimewa
Intinya sih...
  • Kemendagri akan meminta masukan dari para pakar dan ahli
  • Kemendagri juga bahas dampak dari Putusan MK 135/2024

Jakarta, IDN Times - Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri (Dirjen Polpum Kemendagri), Bahtiar, memastikan pihaknya akan mengkaji Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135/PUU-XXII/2024. Putusan itu menyatakan, penyelenggaraan pemilihan umum (pemilu) nasional dan daerah/lokal harus dilakukan secara terpisah mulai tahun 2029.

Putusan yang dibacakan MK pada Kamis (26/6/2025) tersebut meminta agar pemilu tingkat nasional dan daerah atau lokal dipisah dengan jeda paling cepat dua tahun atau paling lama dua tahun enam bulan setelah pelantikan pemenang pemilu nasional.

Adapun pemilu nasional itu meliputi pemilihan presiden-wakil presiden, DPR RI, DPD RI. Sementara, pemilu daerah meliputi pemilihan gubernur-wakil gubernur, bupati-wakil bupati, wali kota-wakil wali kota, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota. Dengan demikian, pemilu daerah baru bisa diselenggarakan paling lambat dua tahun atau paling lama dua tahun enam bulan setelah pelantikan presiden-wakil presiden, DPR RI, dan DPD RI.

1. Kemendagri akan meminta masukan dari para pakar dan ahli

Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri (Dirjen Polpum Kemendagri) Bahtiar dalam raker bersama Komisi II DPR. (youtube.com/DPR RI)
Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri (Dirjen Polpum Kemendagri) Bahtiar dalam raker bersama Komisi II DPR. (youtube.com/DPR RI)

Bahtiar mengatakan, pihaknya akan mendalami terlebih dahulu substansi putusan tersebut. Kemendagri akan segera meminta masukan dari para pakar dan ahli untuk memperoleh perspektif yang komprehensif tentang dampak dari putusan ini. Kemendagri juga akan membahas di internal pemerintah dampak putusan tersebut, termasuk skema pembiayaan pemilu nasional dan lokal.

“Kami di Kemendagri akan terlebih dahulu mendalami substansi putusan MK ini secara menyeluruh,” ujar Bahtiar di Jakarta, Jumat (27/6/2025).

2. Kemendagri juga bahas dampak dari Putusan MK 135/2024

Ilustrasi Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) di Jakarta Pusat. (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)
Ilustrasi Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) di Jakarta Pusat. (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Selain itu, Kemendagri juga akan membahas dampak putusan tersebut terhadap berbagai regulasi yang ada, khususnya Undang-Undang (UU) Pemilu, UU Pilkada, dan UU Pemerintahan Daerah. Kemendagri juga akan menjalin komunikasi dengan penyelenggara pemilu. Kemendagri bersama kementerian dan lembaga terkait juga akan berkomunikasi dengan DPR.

Kemendagri bersama kementerian/lembaga terkait akan menyusun skema penyelenggaraan pemilu nasional dan lokal yang efektif agar tujuan dari pemisahan waktu pelaksanaan tersebut tercapai. Skema tersebut akan disusun dengan tetap mengacu pada efisiensi, termasuk dalam hal pembiayaan.

“Perubahan jadwal penyelenggaraan pemilu tentu akan memengaruhi banyak aspek, termasuk regulasi yang menjadi dasar pelaksanaannya. Oleh karena itu, komunikasi intensif akan dilakukan baik di internal pemerintah maupun dengan DPR sebagai pembentuk undang-undang,” kata dia.

3. MK kabulkan sebagian permohonan Perludem

Ilustrasi Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) di Jakarta Pusat. (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)
Ilustrasi Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) di Jakarta Pusat. (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Adapun MK mengabulkan sebagian permohonan perkara Nomor 135/PUU-XXII/2024 terkait uji materiil UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu). Gugatan ini dilayangkan Perludem sebagai pemohon.

"Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," kata Ketua MK, Suhartoyo dalam sidang yang digelar di Gedung MK, Kamis (26/6/2025).

"Menyatakan Pasal 167 Ayat 3 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang ke depan tidak dimaknai, 'Pemungutan suara dilaksanakan secara serentak untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden/Wakil Presiden, dan setelahnya dalam waktu paling singkat dua tahun atau paling lama dua tahun enam bulan sejak pelantikan anggota DPR dan DPD atau sejak pelantikan Presiden/Wakil Presiden dilaksanakan pemungutan suara secara serentak untuk memilih anggota DPRD provinsi, anggota DPRD kabupaten/kota, dan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan wali kota/wakil wali kota pada hari libur atau hari yang diliburkan secara nasional'," ucap Suhartoyo.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Deti Mega Purnamasari
EditorDeti Mega Purnamasari
Follow Us