Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Suasana demo di depan kantor DPRD Kota Madiun. IDN Times/Riyanto.
Suasana demo di depan kantor DPRD Kota Madiun. IDN Times/Riyanto.

Intinya sih...

  • Penangkapan perempuan dan anak dalam aksi unjuk rasa

  • Perempuan berinisial L, F, dan G dikenai pasal pidana berat

  • Tiga perempuan ditangkap di kediaman masing-masing tanpa pemanggilan

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Pemantauan terhadap rangkaian unjuk rasa yang berlangsung pada 25 Agustus hingga 11 September 2025 mengungkap temuan penangkapan dan penahanan pada sejumlah perempuan, termasuk anak perempuan. Laporan Komnas Perempuan mencatat adanya kekerasan, stigma, serta ancaman pidana serius kepada mereka yang ditangkap.

Situasi penangkapan memperlihatkan pola diskriminasi. Sebagian perempuan yang ditangkap bukan peserta aksi, melainkan hanya menonton demonstrasi. Proses pemeriksaan juga dinilai lamban karena keterbatasan jumlah penyidik.

"Kami temukan juga stigma kepada perempuan yang ditangkap, karena stigma dianggap perempuan yang keluar di malam hari dianggap perempuan yang tidak baik," kata Komisioner Komnas Perempuan, Dahlia Madanih dalam Konferensi Pers Laporan Penanganan Demo, Jumat (12/9/2025).

1. Penangkapan perempuan dan anak

Konferensi Pers Laporan Penanganan Demo oleh Komnas Perempuan secara daring, Jumat (12/9/2025) (YouTube/Komnas Perepuan)

Dahlia menjelaskan, setidaknya tercatat tiga perempuan ditangkap di Polda Jawa Tengah pada 30 Agustus dan dibebaskan sehari kemudian. Dua perempuan lain, terdiri dari satu anak dan satu dewasa, ditahan di Polres Jakarta Utara pada 31 Agustus dan dilepaskan 1 September. Sementara satu anak perempuan ditahan di Polda Metro Jaya sebelum akhirnya dibebaskan pada 28 Agustus.

Selain itu, kasus penangkapan disertai kekerasan terhadap seorang anak perempuan juga dilaporkan terjadi di Polresta Banyumas.

“Kasus penangkapan disertai kekerasan terhadap anak perempuan di Polresta Banyumas, namun sudah dibebaskan,” ujarnya.

2. Perempuan berinisial L, F, dan G dikenai berbagai pasal pidana berat

Ilustrasi borgol. (IDN Times/Mardya Shakti)

Sejumlah perempuan berinisial L, F, dan G dikenai berbagai pasal pidana berat. Perempuan berinisial L dijerat dengan pasal berlapis, mulai dari Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), pasal penghasutan KUHP, hingga Pasal 161 KUHP dengan ancaman hukuman mencapai delapan tahun penjara. Perempuan F dikenakan pasal penghasutan, perlindungan anak, dan UU ITE dengan ancaman maksimal enam tahun. Sedangkan perempuan G juga menghadapi ancaman serupa melalui jeratan pasal ITE dan KUHP.

3. Tiga perempuan ditangkap di kediaman masing-masing tanpa pemanggilan

Ilustrasi borgol, IDN Times/ istimewa

Di Polda Jawa Tengah, kepolisian disebut melakukan koordinasi dengan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Anak (PPA) sehingga penanganan dinilai lebih baik. Catatan Komnas Perempuan menemukan bahwa tiga perempuan ditangkap di kediaman masing-masing tanpa pemanggilan. Mereka mengalami trauma akibat unggahan media sosial yang dinilai sebagai hasutan. Salah satunya berada dalam situasi rentan, menikah di usia anak, baru pindah ke Jakarta, bergantung secara ekonomi pada suami, dan tidak memahami sepenuhnya tuduhan hukum yang ditujukan kepadanya.

Laporan juga menyoroti kondisi mental perempuan yang ditangkap. Ada yang harus meninggalkan anak yang masih menyusui, serta menjadi korban doxing dan ancaman keamanan terhadap keluarga.

Dahlia menjelaskan, perempuan yang ditangkap juga menghadapi stigma dan kesulitan dalam memperoleh pendampingan. Juga kami mendapatkan adanya penyebaran hoaks kekerasan seksual yang digunakan sebagai alat teror, untuk menciptakan ketakutan di ruang publik dan pada saat yang sama membungkam suara perempuan.

Editorial Team