Jakarta, IDN Times - Peneliti dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, mendorong anggota DPR yang datang ke RSPAD pada Rabu (14/4/2021) agar menjelaskan ke publik, apakah mereka jadi relawan uji klinis vaksin COVID-19 Nusantara atau menerima suntikan vaksin untuk vaksinasi.
Tujuannya, untuk menghindari salah persepsi di masyarakat soal vaksin yang mereka terima. Sebab, sudah menjadi pengetahuan publik bahwa Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) tak memberikan izin uji klinis tahap II pengembangan vaksin Nusantara yang digagas mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto.
"Jangan justru mengundang kegaduhan dengan tindakan mereka. Selain itu, jangan mempolitisasi ini (pengembangan vaksin Nusantara) sehingga menghasilkan kebingungan ini. Mereka seharusnya mencari solusi," ungkap Lucius ketika dihubungi IDN Times melalui telepon, Rabu (14/4/2021).
Ia juga menyarankan sebaiknya anggota DPR menghormati keputusan BPOM yang tidak meloloskan uji klinis tahap II. Bukan malah ikut uji klinis tanpa ada persetujuan dari BPOM. Lucius tegas menyebut anggota parlemen yang ikut terima vaksin Nusantara hari ini adalah bentuk intervensi kepada BPOM.
"Hal itu bahaya di tengah pandemik. Alih-alih memberikan solusi dan dukung upaya pemerintah untuk menciptakan kekebalan kelompok, langkah anggota DPR bisa mengacaukan banyak hal, termasuk menurunkan tingkat kepercayaan publik terhadap vaksin," tutur dia lagi.
Alih-alih ikut jadi relawan bagi vaksin yang belum dapat izin dari BPOM, DPR sebaiknya fokus mendukung pemerintah agar dosis vaksin COVID-19 yang masuk ke Tanah Air bisa terus bertambah. Mengapa sebagian anggota DPR bersikukuh untuk ikut terlibat dalam uji klinis vaksin Nusantara meski hasil uji klinis tahap I dianggap tak memenuhi kaidah penelitian oleh BPOM?