Pengamat: Kepala BNPB Memang Tak Harus Dipilih dari Kalangan Militer

Jakarta, IDN Times - Analis militer dan pertahanan dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi, mengatakan tidak ada aturan yang dilanggar bila prajurit aktif TNI menduduki posisi Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Sebab, Presiden Joko "Jokowi" Widodo sudah merevisi Perpres mengenai organisasi BNPB.
Di dalam Perpres nomor 1 tahun 2019 tentang BNPB pasal 63 ayat (2) tertulis "kepala BNPB dapat dijabat oleh Pegawai Negeri Sipil (PNS), prajurit TNI, anggota kepolisian dan profesional."
Revisi terhadap Perpres itu dibuat bersamaan dengan pelantikan Letjen TNI Doni Monardo sebagai Kepala BNPB pada 2019 lalu. Mantan Gubernur DKI Jakarta itu bahkan menyebut Kepala BNPB bertanggung jawab kepada presiden dan posisinya setingkat menteri.
Ketika itu, Jokowi bahkan menyebut tidak memandang apakah Doni perwira militer aktif atau tidak saat memilihnya sebagai Kepala BNPB pada 2019. Ia hanya mempertimbangkan bahwa Doni memiliki manajemen yang kuat dalam merespons bencana.
"Saya tidak melihat aktif atau tidak aktif (status di TNI), tetapi yang ingin saya lihat adalah manajemen yang kuat dan cepat di lapangan," kata Jokowi pada 2019 lalu.
Meski begitu, Jokowi juga memiliki kewenangan untuk bisa menunjuk Kepala BNPB dari kalangan sipil. Selama ini, ia lebih memilih Kepala BNPB dari latar belakang militer karena dianggap bisa lebih mudah berkoordinasi dengan instansi lainnya.
"Selama ini kan yang dijadikan alasan bila kepalanya dari militer maka lebih mudah terkait pengerahan personel TNI. Tetapi, kan ini tidak bisa terus menerus dijadikan alasan. Kenapa tidak cara koordinasinya yang diperbaiki? Kenapa kita seolah-olah bergantung pada sosok pemimpin bukan malah sistemnya yang dibenahi?" tanya Fahmi.
Dari peristiwa ini terbukti Presiden Jokowi lebih menyukai solusi instan ketimbang memberikan warga sipil peluang untuk duduk sebagai Kepala BNPB. Ia pun tak menampik bahwa cara ini dipilih sebagai bagian dari bagi-bagi jatah jabatan bagi prajurit militer.
"Ini kan menandakan selama ini bukan karena ada masalah sistem, tapi ego sektoral sehingga tak mau dikerahkan bila dipimpin warga sipil," kata dia lagi.
Lalu, apa dampaknya terkait penanganan bencana bila dipimpin oleh prajurit militer?
1. Presiden Jokowi didesak benahi sistem terkait penanganan bencana
Alih-alih terus menggantungkan harapan kepada sosok prajurit TNI aktif agar proses pengerahan personel terkait penanganan bencana lebih mudah, Presiden Jokowi didesak membuat sistem dan aturan yang jelas. Tujuannya, kata Fahmi, siapapun yang nantinya duduk sebagai Kepala BNPB bisa mengerahkan personel untuk mengatasi bencana dan instruksi itu dipatuhi hingga ke bawah.
Fahmi mengatakan hal tersebut berhasil dilaksanakan ketika BNPB dipimpin oleh Mayjen (Purn) Syamsul Maarif. Ia memimpin BNPB pada periode 2008 hingga 2015. Bahkan, Syamsul memilih mundur dari TNI agar bisa fokus mengurus BNPB.
"Buktinya Pak Syamsul yang pensiun bisa mengerahkan personel untuk membantu penanganan bencana meski tak lagi di TNI. Tak semua pensiunan TNI mudah untuk mengerahkan personel dan koordinasi," kata Fahmi.
Maka, ia mendorong agar Presiden Jokowi mengeluarkan aturan yang jelas terkait pengerahan personel untuk penanganan bencana sehingga memudahkan siapapun yang menjadi Kepala BNPB. "Jadi, ke depan kita sudah tidak lagi mendebatkan siapa yang berhak menjadi Kepala BNPB, apakah mereka dari kalangan sipil atau militer. Tetapi, Kepala BNPB dipilih karena kompetensi yang dimiliki," tutur dia lagi.
Ia pun menambahkan di lapangan bukan militer yang sulit untuk diajak berkoordinasi. Tetapi, warga sipil sudah merasa inferior ketika melihat sosok militer untuk diajak bekerja sama.