Jakarta, IDN Times - Pendiri platform Think Policy, Andhyta F. Utami atau Afu mengapresiasi langkah konkret yang sudah dilakukan sejumlah pimpinan partai politik, untuk menonaktifkan anggotanya yang bersikap nirempati ke publik. Tetapi respons yang diinginkan publik tidak berhenti sampai di situ.
Sebab, kata Utami, yang publik inginkan agar lima anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dipecat. Tindak lanjutnya yakni pimpinan parpol melakukan Penggantian Antar Waktu (PAW). Apalagi di dalam Undang-Undang MD3, tidak dikenal istilah nonaktif bagi anggota parlemen.
"Respons ini (dari pimpinan parpol) hanya berhenti di situ dan belum menyentuh akar persoalan yang membuat krisis kepercayaan publik semakin dalam," ujar dia ketika dihubungi IDN Times melalui telepon, Senin (1/9/202025).
Utami dan rekan-rekan muda lainnya masih menelaah lebih lanjut respons dari pimpinan parpol. Pertanyaan penting yang patut ditanyakan, yakni apakah dengan kebijakan nonaktif sudah cukup untuk bisa memastikan sikap wakil rakyat ke depan benar-benar kapabel dan berintegritas.
"Apakah komitmen penghentian tunjangan benar dijalankan. Apakah ini bisa menjadi awal reformasi partai yang sesungguhnya," tutur dia.
Utami dan sejumlah pemengaruh di media sosial pada Senin, 1 September 2025, merangkum sejumlah tuntutan publik dalam aksi unjuk rasa yang digelar pada pekan lalu. Rangkuman itu diberi judul 17+8 Tuntutan Rakyat, Transparansi, Reformasi, Empati yang diunggah di akun media sosialnya.
Utami memberikan tenggat waktu agar pemerintah memenuhi 17 tuntutan publik hingga 5 September 2025. Sedangkan, delapan tuntutan didesak untuk dipenuhi pada 31 Agustus 2026.