Potret awak kapal di Kapal Tujuh Provinsi (laststandonzombieisland.com)
Pada 2 Januari 1933, Kapal Tujuh Provinsi berlayar dari Surabaya menuju Sumatra yang terdiri dari 141 marinir Eropa dan 256 marinir bumiputra atau warga pribumi. Dalam perjalanan menuju Banda Aceh, gagasan untuk melakukan pemogokan kerja sebagai bentuk protes kerap muncul dari awak kapal bumiputra. Sayangnya, aksi tersebut gagal dilakukan dan malah menimbulkan ketegangan di kapal.
Beberapa media saat itu bersikeras untuk memberitakan bahwa kondisi Kapal Tujuh Provinsi masih dalam keadaan kondusif. Kenyataannya, situasi kapal tidak seperti penggambaran media saat itu. Jelang kedatangan awak kapal di Aceh, berita pemogokan kerja di Surabaya sudah tersebar di kalangan sebagian kecil marinir bumiputra. Aksi tersebut dilakukan demi solidaritas kepada awak kapal.
Pemberontakan yang dipimpin Paridja dan Kawilarang semakin memanas. Kalangan bumiputra mulai menguasai tempat penyimpanan senjata dan amunisi serta menahan beberapa perwira kapal. Atas kejadian itu, Menteri Urusan Jajahan Belanda, Hendrikus Colijn, mengambil tindakan tegas bagi mereka yang memberontak sekaligus melarang untuk memberitakan peperangan yang terjadi. Namun, berita tersebut bocor oleh pembajak berita di kapal.
Seperti dilansir dari artikel jurnal berjudul "Protes Sosial di Kapal Perang: Pemberontakan Marinir Bumiputra di Kapal De Zeven Provincien 1933", Tjatja Soematra, salah satu koran yang terbit di Padang menerbitkan artikel tentang perlawanan awak kapal.
“Waktoe pemberontakan terdjadi, 2 orang officier melompat ke dalam sekotji motor jang telah diboeat roesak sehingga terpaksa officier-officier itoe mendajoeng dan dalam tempo 2 setengah djam baharoe mereka itoe sampai kedaratan.”
Ketegangan yang masih berlanjut itu, membuat Kapal Tujuh Provinsi dikepung pesawat tempur dan kapal selam Belanda, yang masing-masing dilengkapi senjata untuk melawan para pemberontak.
Hindia Belanda berkali-kali memberikan peringatan, namun seolah tidak didengar para awak kapal. Hingga momen mengejutkan datang dari salah satu pesawat dengan mengeluarkan bom, tepat di atas kapal yang dikomandoi Kawilarang.