Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Presiden Prabowo Subianto memimpin rapat terbatas bersama jajaran menteri di bidang perekonomian dan instansi terkait lainnya di Hambalang, Bogor, Jawa Barat, pada Kamis, 18 September 2025. Foto: BPMI Setpres
Presiden Prabowo Subianto memimpin rapat terbatas bersama jajaran menteri di bidang perekonomian dan instansi terkait lainnya di Hambalang, Bogor, Jawa Barat, pada Kamis, 18 September 2025. Foto: BPMI Setpres

Jakarta, IDN Times - Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka memasuki usia satu tahun hari ini, Senin (20/10/2025).

Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Haykal, mengatakan kepemimpinan Prabowo-Gibran menunjukkan kemunduran demokrasi, yang telah dimulai sejak era Presiden ketujuh Joko "Jokowi" Widodo, dan semakin mengkhawatirkan.

"Satu tahun pemerintahan Prabowo-Gibran menunjukkan bahwa kemunduran demokrasi yang telah dimulai 10 tahun lalu masih terus berlanjut, dan semakin mengkhawatirkan," kata dia saat dihubungi IDN Times.

1. Institusi demokrasi makin melemah, supremasi sipil makin rentan

Presiden Prabowo Subianto memimpin rapat terbatas pada Selasa (9/9/2025) terkait sejumlah program prioritas (dok. BPMI Sekretariat Presiden)

Haykal menyebut, insitusi demokrasi dan supremasi sipil semakin rentan belakangan ini. Hal itu terbukti karena banyak kebijakan yang diambil sewenang-wenang, DPR lembaga legislatif yang jadi penyeimbang pemerintah justru tunduk pada kekuasaan, hingga dwifungsi TNI.

"Hal ini dapat dilihat dari berbagai peristiwa, mulai dari pengambilan kebijakan yang sewenang-wenang, kualitas legislasi DPR yang tidak pro rakyat, diisinya jabatan-jabatan sipil oleh personel militer, hingga upaya pembungkaman yang dilakukan saat rakyat bersuara," tuturnya.

2. Indonesia lebih dekat sistem pemerintahan otokrasi, upaya pelemahan demokrasi makin brutal

Presiden Prabowo Subianto melakukan pertemuan empat mata dengan Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad (Instagram.com/@sekretariat.kabinet)

Menurut Haykal, kondisi Indonesia saat ini lebih dekat dengan sistem pemerintahan otokrasi, dan upaya melemahkan demokrasi semakin brutal.

"Dalam konteks demokrasi elektoral upaya untuk mengembalikan Pilkada menjadi tidak langsung terlihat semakin nyata, dan menjadi ancaman bagi rakyat," tutur dia.

"Dalam konteks yang lain, banyak tahanan politik di berbagai daerah yang sampai sekarang tidak jelas proses hukumnya, dan cenderung diskriminalisasi hanya karena bersuara," sambungnya.

3. Eks Ketua MK soroti struktur pemerintah Prabowo tak efisien

Eks Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) periode pertama, Jimly Asshiddiqie (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Sebelumnya, Eks Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Jimly Asshiddiqie memberikan masukan terhadap pemerintahan Prabowo yang genap berusia satu tahun.

Menurut Jimly, permasalahan yang timbul di rezim Prabowo sudah sangat kompleks, sehingga perlu kerja bersama untuk mengatasinya.

"Cuma masalah dalam negeri ini banyak sekali, kompleks sekali yang tidak bisa mengandalkan hanya satu orang bernama presiden, dia harus punya tim, teamwork yang berfungsi dengan baik," kata dia menjawab pertanyaan IDN Times saat ditemui di kawasan Jakarta Pusat, Rabu (15/10/2025).

"Teamwork ini bukan hanya orang, tapi kelembagaan," sambungnya.

Masalahnya, kata Jimly, struktural pemerintahan di satu tahun era Prabowo ini masih tidak efisien. Kabinet Merah Putih masih gemuk, terlalu banyak nama yang menjabat di kementerian maupun lembaga.

"Yang jadi masalah kita terberat sekarang ini, struktur pemerintahnya tidak efisien, terlalu besar," tuturnya.

Guru Besar Ilmu Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) ini pun memberikan terjadinya tumpang-tindih jabatan yang membuat kabinet tak efisien. Misalnya, menteri dan wakil menteri yang mengurus bidang hukum saat ini terdapat delapan orang. Mereka berasal dari satu kementerian koordinator dan satu kementerian. Di mana setiap kementerian ada menteri dan wakil menteri yang menjabat.

"Pekerjaan fungsi dikurangi, tapi strukturnya tambah banyak, nah ini contoh, dan itu terjadi di semua bidang. (Saat menyusun kabinet) jangan hanya melihat bagaimana merangkul orang, tapi bagaimana struktur itu disesuaikan dengan karakter perkembangan zaman," tegas Jimly.

Padahal, menurut Jimly, institusi negara semakin lama berdiri, harusnya semakin efisien mengikuti perkembangan zaman.

"Makin lama institusi negara itu harus makin efisien, makin lama institusi yang modern itu inklusif dan tidak ekstraktif. Kalau dia ekstraktif menghabiskan sumber daya dalam dirinya sendiri, itu tidak efisien, tidak efektif juga," tutur dia.

Imbas dari tidak efisiennya struktur pemerintahan ini dinilai berdampak ke semua bidang. Jimly pun mengajak semua pihak mendukung pemerintahan Prabowo, namun perlu dibarengi dengan pembenahan dan transformasi.

"Mudah-mudahan ada pembenahan, karena transformasi kelembagaan yang berubah, itu butuh waktu minimal satu tahun," ungkapnya.

Editorial Team