Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Potret konferensi peresmian Permen Nomor 8 Tahun 2025 di Jakarta, pada Jumat (16/5/2025). (Dok. Daffa Ulhaq)
Potret konferensi peresmian Permen Nomor 8 Tahun 2025 di Jakarta, pada Jumat (16/5/2025). (Dok. Daffa Ulhaq)

Intinya sih...

  • Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) menetapkan tarif layanan pengiriman paket berdasarkan harga pokok produksi (HPP) ditambah margin yang telah ditetapkan.
  • Gratis ongkos kirim masih diperbolehkan, namun aturan baru mengatur agar promosi dilakukan terbatas untuk tidak membebani mitra kurir.

Jakarta, IDN Times - Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) melalui Peraturan Menteri terbaru, yakni Permen Nomor 8 Tahun 2025, menegaskan bahwa tarif layanan pengiriman paket dihitung berdasarkan harga pokok produksi (HPP) ditambah margin yang telah ditetapkan.

Meskipun promosi seperti gratis ongkos kirim (ongkir) masih diperbolehkan, tetapi aturan baru ini mengatur agar promosi dilakukan terbatas dan tidak membebani mitra kurir yang selama ini kerap mengeluhkan beban promo yang tidak adil. 

1. Tarif layanan paket berdasarkan HPP + margin

Menteri Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) dalam Konferensi Pers peresmian Permen No. 8 Tahun 2025 di Jakarta (Dok. Daffa Ulhaq)

Pada dasarnya, peraturan ini bertujuan untuk menegaskan penetapan tarif layanan didasarkan pada perhitungan HPP ditambah dengan margin.

Regulasi ini juga mencantumkan formula yang jelas, yaitu pihak penyedia layanan wajib menghitung tarif berdasarkan struktur biaya yang telah diatur dalam peraturan tersebut dan margin keuntungan ditentukan oleh pemerintah.  

2. Komitmen Komdigi lindungi kurir dari beban ongkir

Wamen Komdigi, Angga Raka, dalam menjelaskan terkait gratis ongkir (Dok. Daffa Ulhaq)

Wakil Menteri Komdigi, Angga Raka Prabowo, menegaskan komitmennya untuk melindungi kesejahteraan para kurir, terutama di tengah maraknya promosi, seperti gratis ongkir yang ditawarkan oleh platform layanan logistik.

Meski promosi ini menguntungkan konsumen dan menjadi strategi pemasaran pelaku usaha, praktik di lapangan menunjukkan adanya beban tambahan yang perlu ditanggung oleh kurir. 

“Kadang-kadang promo dijadikan sarana untuk menarik konsumen, tapi kita juga harus melindungi teman-teman kurir. Kita ingatkan penyelenggara untuk tidak membebankan promo kepada mereka,” ujar Angga Raka dalam keterangannya pada Jumat (16/5/2025). 

3. Skema penetapan tarif antara marketplace dan perusahaan kurir

ilustrasi kurir mengantarkan tumpukan paket (pixabay.com/romeosessions)

Dalam kerja sama antara pelaku Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE), yaitu antara marketplace dengan perusahaan jasa kurir, pengaturan tarif kepada konsumen akhir ditetapkan sepenuhnya oleh pihak marketplace. Artinya, harga yang dibayarkan oleh end-user adalah hasil keputusan dari marketplace.

"PMSE itu marketplace dengan perusahaan kurir, itu diatur bahwa yang mengatur tarif ke end-user itu adalah PMSE," ujar Direktur Jenderal Ekosistem Digital Komdigi, Edwin Hidayat.

Namun, dalam praktik bisnis antara marketplace dan perusahaan kurir, kata dia, perhitungan biaya tetap mengikuti skema dasar berupa harga pokok ditambah margin keuntungan.

Dia juga menggambarkan hubungan ini dengan analogi dalam skema Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Ketika konsumen mendapat bunga rendah, misalnya 2–3 persen, kata dia, hal itu bukan semata-mata subsidi dari pihak bank, melainkan berasal dari kontribusi developer.

Pola yang sama terjadi dalam kerja sama antara marketplace dan kurir, jika ada potongan atau tarif murah yang diterima konsumen, bisa jadi hal tersebut merupakan hasil subsidi atau strategi harga dari marketplace.

"Ini kan sama kalau kita beli rumah, bunga 3 persen atau 2 persen, sebenarnya bukannya banknya yang subsidi, itu developer-nya. Nah sama juga antara marketplace dengan kurir," kata Edwin.

Editorial Team