Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) RI di Jakarta Pusat (dok. MK)
Dalam pokok permohonannya, pemohon meminta MK mengesampingkan ketentuan yang termuat dalan Pasal 158 UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota (UU Pilkada).
Sebab dalam penelusuran bukti-bukti, pemohon melihat mulai dari proses verifikasi hingga tahapan yang dilakukan KPU sebagai termohon ditemukan banyak pelanggaran dan kelalaian yang bertentangan dengan ketentuan.
“Atas Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024 tentang syarat calon yang nonpartai, termohon tidak mengakomodir dan melaksanakan dengan baik. Hal ini merugikan kami karena saat ini pemohon menjabat sebagai wakil bupati yang maju sebagai calon bupati pada periode pelaksanaan Pilkada 2024 ini," tutur Rusliadi dalam keterangannya, Selasa (17/12/2024).
Pemohon pun menyoroti Formulir C-Plano yang diduga tidak dipergunakan sebagaimana mestinya. Bahkan, banyak TPS yang hanya menggunakan papan tulis sebagai ganti C-Plano.
"Pada proses pemungutan suara di Mamberamo Raya ini juga, Formulir C-Plano tidak diperuntukkan dengan baik, banyak TPS yang hanya pakai papan tulis dan itu tidak dapat dijadikan bukti otentik. Ini yang kemudian jadi temuan yang merugikan kami,” kata Rusliadi.