Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron (dok. Humas KPK)
Ada dua pasal yang digugat Nurul Ghufron. Pertama adalah Pasal 29 e UU 19 Tahun 2019 tentang KPK yang mengatur batas minimal usia Pimpinan KPK yakni 50 tahun.
Ghufron menjelaskan, pada UU KPK lama ia sudah cukup umur sehingga bisa menjadi Wakil Ketua KPK karena saat itu batas usianya masih 40 tahun. Namun, ia tidak bisa mencalonkan lagi jadi Pimpinan KPK periode kedua dengan aturan baru lantaran usia masih 49 tahun, sedangkan syarat barunya adalah 50 tahun.
"Padahal, UU KPK memberikan hak untuk ikut seleksi dua kali. Untuk yang kedua saya minimal terlambat. Semestinya bisa langsung, kemudian harus menunggu empat tahun lagi," ujar Ghufron dalam sebuah wawancara khusus dengan IDN Times.
"Gak boleh dong misalnya orang saat ini sudah dianggap dewasa, memiliki kecakapan, kok malah periode berikutnya atau waktu selanjutnya kok malah gak memenuhi syarat. Ini di luar logika umum," imbuhnya.
Selain Pasal 29 huruf e UU 19 Tahun 2019, Ghufron juga mengajukan judicial review Pasal 34 UU tersebut. Ghufron juga mengajukan judicial review terhadap pasal tersebut lantaran ia merasa bahwa ada perbedaan yang dimiliki KPK dengan lembaga nonkementerian lainnya.
Perbedaan yang dimaksud adalah soal masa jabatan dalam satu periode. Pasal 29 huruf e mengatur masa jabatan Pimpinan KPK dalam satu periode hanya berlangsung empat tahun, padahal lembaga lainnya lima tahun.
"Kalau 4 tahun pandangan saya itu inkonstitusonal berdasarkan Pasal 7 UUD, yaitu membatasi masa pemerintahan 5 tahunan. Inkonstitusional berdasarkan ketidaksetaraan 12 lembaga negara nonkementerian lainnya," jelas Ghufron.
Ghufron menyebut KPK dengan lembaga nonkementerian lainnya sama-sama independen. Tapi, masa jabatan pimpinan KPK berbeda dengan lembaga nonkementerian lainnya.
"Karena KPK tidak equal, maka saya menyetarakan. Kalaupun yang lain bilang memperpanjang silakan, faktanya memang jadi 5 tahun. Tapi bahasa saya menyetarakan agar setara dengan 12 lemabaga nonkementerian lainnya," ujar Ghufron.