Uji klinik adalah suatu tahap penelitian yang dilakukan pada manusia setelah sebelumnya dilakukan pada binatang. Ada 3 fase uji klinik, sebelum akhirnya dapat diterima dan diterapkan pada manusia.
Setelah beredar pun, tetap dilakukan uji klinik fase 4 untuk mengetahui apakah memang benar bermanfaat dan aman setelah digunakan secara luas oleh masyarakat.
Ada syarat yang harus dipenuhi untuk melakukan uji klinik, antara lain 1. Peneliti harus seorang dokter yang berkompeten di bidang yang akan diteliti, 2. Semua subyek atau pasien harus mempunyai masalah dengan latar belakang yang sama, 3. Subyek atau pasien harus diberitahu dan mengerti bahwa ini dalam rangka penelitian, bukan telah resmi sebagai obat atau cara pengobatan.
Untuk ini harus jelas tertulis pada Surat Persetujuan setelah Penjelasan (Informed Consent), 4. Diperlukan juga Kelayakan Etik (ethical clearance) dari Komisi Etik Penelitian. Uji klinik seharusnya dimulai setelah Kelayakan Etik diterima, bukan sebelumnya.
Peneliti uji klinik haruslah orang yang berkompeten secara ilmiah dan profesi di bidangnya. Kalau menyangkut jantung, haruslah seorang dokter Spesialis Jantung & Pembuluh Darah. Atau kalau uji klinik itu menyangkut juga bidang ilmu lain yang terkait, tepat sekali kalau di dalam tim peneliti uji klinik ada seorang spesialis di bidang itu. Apalagi saat ini di dunia kedokteran semakin jelas terlihat peranan interdisiplin beberapa spesialisasi kedokteran.
Lebih detil, tentu ada persyaratan lainnya, termasuk yang menyangkut metode dan teknis penelitian, misalnya ada tidaknya kelompok pembanding, yaitu kelompok pasien yang diberikan obat atau cara pengobatan yang sudah biasa dipakai. Syarat lain ialah bagaimana cara melakukan pengukuran adanya perubahan sebelum dan sesudah mendapat pengobatan secara objektif ilmiah.
Lalu ada satu syarat lagi yang harus dipenuhi oleh peneliti yang beretika, yaitu pasien yang ikut dalam uji klinik seharusnya tidak dibebani biaya penelitian. Kalau pun harus mengganti biaya tertentu, seharusnya disampaikan dengan jelas dan tertulis pula.
Tidak selalu mudah melakukan uji klinik. Beberapa masalah yang umum terjadi, antara lain dalam memasukkan subyek atau pasien ikut dalam penelitian.
Cukupkah peneliti hanya berdasarkan keluhan umum pasien yang belum tentu benar? Mungkin saja seorang pasien mengeluh “Saya terkena stroke”. Benarkah keluhan “stroke” dia sama dengan “stroke” sebenarnya menurut ilmu kedokteran? Belum tentu benar. Mungkin juga pasien akan mengatakan “Saya ingin mencoba pengobatan baru ini”.
Tahukah pasien bahwa cara ini memang belum pernah digunakan sebelumnya atau sedang dalam penelitian uji klinik? Di sinilah kredibilitas total seorang dokter yang sedang melakukan uji klinis dipertaruhkan.