Polemik Dokter Terawan, Begini Tanggapan Prof Dr Wimpie Pangkahila

Jakarta, IDN Times - Keputusan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) memberhentikan sementara dokter Terawan dari keanggotaan IDI menuai banyak reaksi.
Salah satunya dari Wakil Presiden Jusuf Kalla. Kalla meminta keputusan tersebut dikaji ulang karena metode 'cuci otak' yang dilakukan dokter Terawan terbukti telah banyak membantu pasien.
"Lebih baik diselesaikan internal, dikaji (ulang) dengan baik," kata Jusuf Kalla pada Jumat (6/4).
Seperti diberitakan sebelumnya, IDI memberhentikan sementara dokter Terawan dari keanggotaan mereka. Selain diberhentikan sementara, IDI juga mencabut sementara izin praktek dokter Terawan.
Lalu bagaimana respon dari kalangan kedokteran mengenai persoalan ini? Prof Dr Wimpie Pangkahila, Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, pun angkat bicara.
Melalui laman Facebooknya, Wimpie Pangkahila membeberkan pandangannya. Berikut pendapat Prof Dr Wimpie Pangkahila seperti kami kutip dari laman resmi Facebooknya:
1. Diminta teman untuk menulis
Beberapa teman meminta saya agar menulis tanggapan mengenai kehebohan terkait Dr dr Terawan Agus Putranto, SpRad yang mendapat “hukuman” dari Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) IDI.
Semula saya enggan menulis ini karena selain banyak kesibukan, saya khawatir dianggap “untuk apa ikut-ikutan”.
Tetapi akhirnya saya penuhi juga setelah saya melihat dan membaca semakin banyak orang yang seharusnya tidak berkompeten, ikut memberikan pendapatnya yang tentu tidak berbasis ilmiah kedokteran.
Saya juga tergerak menulis ini setelah membaca berita tentang komentar Promotor ketika Dr Terawan menempuh Program Doktor di Universitas Hasanudin.
Seperti diberitakan oleh detikhealth, Prof Yusuf Irawan Sang Promotor mengatakan “Namun perlu dicatat, metode yang digunakan dr Terawan harus ada uji klinik terlebih dahulu, meski beberapa pasien menganggap program dan metode yang digunakan dalam mengobati pasien berhasil”.
Membaca ini, muncul pertanyaan di benak saya, “Ha!! Memangnya dr Terawan tidak melakukan uji klinik, padahal dikabarkan sudah memberikan DSA kepada sekian banyak orang?”.
Sebelumnya saya sempat membaca surat terbuka dari Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Syaraf Indonesia (Perdossi), Prof Dr dr Moh Hasan Machfoed, SpS-K yang berisi pertimbangan ilmiah mengenai apa yang disebut metode “Brain wash” itu.
Bagi masyarakat di luar dunia Kedokteran, pejabat sekali pun, sangat mungkin istilah uji klinik terasa asing. Bagi masyarakat umum, yang penting keluhan hilang. Padahal hilangnya keluhan belum berarti sembuh atau mungkin terjadi keluhan lain sebagai efek samping obat dan karena penyakit dasarnya tidak sembuh.
Coba tanya kepada semua orang “Sakit kepala apa obatnya?”. Saya yakin semua atau hampir semua akan menjawab “Panadol”. Kok bisa? Ya karena setiap hari iklannya muncul di televisi. Itulah the Power of advertisement. Apa itu salah? Tidak salah, tapi kurang tepat.
Mengapa? Karena sakit kepala hanyalah gejala yang dapat disebabkan oleh banyak hal, mulai dari stres karena ditinggal istri sampai karena tumor otak. Kalau setiap hari minum obat sakit kepala, ya sakitnya hilang sementara, tapi tumor di otak semakin besar. Ya, tunggu saja malaikat maut menjemput.