Teori Terawan: Antara Apresiasi dan Kontroversi

JAKARTA, Indonesia —Dalam beberapa hari terakhir, media nasional di Indonesia dihebohkan dengan pemberitaan pemecatan sementara Kepala RSPAD Gatot Soebroto, Mayjen TNI Terawan Agus Putranto oleh Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Menurut Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Pengurus Besar (MKEK PB) lDl, Terawan melanggar kode etik kedokteran karena menjalankan metode terapi pengobatan cuci otak yang belum teruji secara klinis. Anggota tim dokter kepresidenan itu juga disebut menarik bayaran yang sangat besar dari para pasiennya.
Meskipun belum diakui secara klinis oleh IDI, metode cuci otak yang dijalankan Terawan atau yang juga dikenal dengan sebutan Terawan Theory telah diaplikasikan ke puluhan ribu pasien penderita stroke oleh sang dokter. Pasien-pasien Terawan berasal dari berbagai kalangan, mulai dari pesohor, petinggi partai politik, pejabat publik, hingga petinggi militer. Banyak pasien yang mengaku hidupnya terselamatkan berkat hasil kerja Terawan.
Berikut sejumlah fakta terkait sosok dokter Terawan dan pemecatannya yang kontroversial yang dirangkum Rappler.
Siapa dokter Terawan?
Pria kelahiran Yogyakarta pada 5 Agustus 1964 itu merupakan lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada pada 1983. Terawan kemudian melanjutkan pendidikannya di Universitas Airlangga dengan spesialisasi radiologi dan lulus pada 2000. Terawan juga mempelajari ilmu intervensi radiologi di sejumlah pusat kesehatan semisal di Fujita Health University Jepang, Rumah Sakit Bundang Korea Selatan dan Rumah Sakit Foch di Prancis.
Apa itu Terawan Theory?
Terawan menerapkan metode radiologi intervensi dengan memodifikasi (Digital Subtraction Angiogram) DSA, yaitu teknik melancarkan pembuluh darah otak yang sudah ada sejak tahun 90-an. Menurut Terawan, modifikasi ini bertujuan mengurangi paparan radiasi. “Tekniknya hanya memasukkan kateter ke dalam pembuluh darah melalui pangkal paha," ujar Terawan.
Dalam terapi cuci otaknya, Terawan juga menggunakan cairan heparin. Cairan heparin bereaksi di pembuluh darah sebagai antikoagulan (anti-pembekuan darah), agen anti-inflamasi, dan anti-oksidan. Heparin dimasukkan lewat kateter yang dipasang di pangkal paha pasien dan diarahkan menuju sumber kerusakan pembuluh darah penyebab stroke di otak.
Untuk menguji metode cuci otaknya, Terawan mengaku telah meneliti puluhan pasien stroke iskemik yang berobat di RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta. Metode itu dituangkan dalam disertasi doktoral Terawan dengan judul Efek Intra Arterial Heparin Flushing Terhadap Regional Cerebral Blood Flow, Motor Evoked Potentials, dan Fungsi Motorik pada Pasien dengan Stroke Iskemik Kronis dan telah dipatenkan di Jerman dengan nama Terawan Theory. Pada 2015, Terawan mendapatkan penghargaan dari Hendropriyono Strategic Consulting (HSC) untuk penemuannya di bidang medis.

Siapa saja pasien Terawan?
Sejak dipraktekkan pada 2005, Terawan telah menangani puluhan ribu pasien, di antaranya mantan Kepala Badan Intelijen Negara HM Hendropiyono, Ketua Dewan Pembina Partai Golkar Aburizal Bakrie, mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD, Ketua Museum Rekor Indonesia (MURI) Jaya Suprana dan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto. Para pasien Terawan umumnya mengaku, terapi cuci otak yang dijalankan Terawan berhasil menyembuhkan atau meredakan efek penyakit mereka. Prabowo bahkan mengklaim ia bisa berpidato selama tiga jam setelah ditangani Terawan.
Kenapa Terawan dipecat?
Sejumlah argumentasi dikemukakan MKEK PB lDl dalam menetapkan keputusan bahwa Terawan melanggar kode etik kedokteran. Terawan antara lain dinilai berlebihan mengiklankan diri, menjanjikan kesembuhan pada pasien dengan metode yang belum teruji secara klinis dan mengabaikan sumpah dokter. Dalam surat keputusan yang diteken langsung oleh MKEK PB lDl Prijo Sidipratomo, Terawan juga disebut bertindak tidak kooperatif dengan tidak hadir di persidangan MKEK PB IDI sebagai lembaga penegak etika kedokteran.
Sejumlah pihak menuding pemecatan Terawan bernuansa politis. Politikus Partai Demokrat Edhie Baskoro Yudhoyono misalnya. Lewat akun Twitter @Edhie_Baskoro, putra SBY itu menyebut sanksi IDI kepada Terawan lebih disebabkan karena masalah persaingan antarkolega. "Jika benar seperti ini, sungguh TERLALU! Semestinya Dokter Terawan dapatkan gelar tanda jasa bukan justru dipecat. Aneh Bin Ajaib persaingan masa kini! #SaveDokterTerawan," cuit dia.
—Rappler.com