Profil Yusril Ihza Mahendra, Pendiri PBB yang Masuk Kabinet Prabowo

Jakarta, IDN Times - Yusril Ihza Mahendra, sosok yang nyaris menjadi Presiden RI pada sidang MPR 1999, kembali menjadi sorotan setelah dipanggil sebagai salah satu kandidat menteri dalam kabinet Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Indonesia ini memiliki rekam jejak yang panjang dalam dunia politik dan pemerintahan Indonesia, mulai sebagai penulis pidato Presiden Soeharto hingga menjabat sebagai menteri tiga era kepemimpinan berbeda.
Berikut profil dan rekam jejak Yusril Ihza Mahendra.
1. Latar belakang keluarga dan pendidikan
Lahir di Lalang, Manggar, Belitung Timur pada 5 Februari 1956, Yusril merupakan putra keenam dari 11 bersaudara pasangan Idris Haji Zainal dan Nursiha Sandon. Ia berasal dari keluarga terpandang dengan ayah yang berasal dari Johor, Malaysia dan memiliki darah bangsawan Kesultanan Johor, sementara ibunya memiliki garis keturunan Minangkabau.
Yusril telah menikah dua kali. Pernikahan pertamanya dengan Kessy Sukaesih dikaruniai empat anak, dan setelah bercerai pada 2005, ia menikah dengan Rika Tolentino Kato pada 2006, yang memberinya dua orang anak.
Dibesarkan dalam keluarga terdidik dengan ayah seorang guru, Yusril menempuh pendidikan tingginya di dua jurusan sekaligus di Universitas Indonesia, yaitu Ilmu Filsafat di Fakultas Sastra dan Hukum Tata Negara. Ia kemudian melanjutkan pendidikan S2-nya di University of The Punjab, India, dan meraih gelar doktor dari University Sains Malaysia dalam bidang ilmu politik.
2. Perjalanan karier politik dan pemerintahan
Sebelum berkarier di dunia politik, Yusril dipercaya menjadi penulis naskah pidato Presiden Soeharto saat menjadi Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Indonesia. Ia berhasil menulis 204 pidato selama dua tahun.
Lalu Yusril memulai karier politiknya setelah reformasi 1998, ketika ia mendirikan Partai Bulan Bintang (PBB), yang merupakan titisan Partai Islam Masyumi. Dalam pemilihan presiden di Sidang MPR RI Oktober 1999, ia sempat menjadi kandidat kuat dengan perolehan 232 suara, bersaing dengan Megawati (305 suara) dan Abdurrahman Wahid (185 suara).
Dalam pemerintahan, Yusril telah menjabat sebagai menteri di tiga era kepemimpinan berbeda. Ia menjadi Menteri Kehakiman dan HAM pada era Presiden Abdurrahman Wahid alias Gusdur (1999-2001), Menteri Hukum dan HAM pada masa Presiden Megawati (2001-2004), dan Menteri Sekretaris Negara pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (2004-2007).
3. Pengalaman internasional dan kontribusi diplomatik
Yusril memiliki pengalaman yang luas dalam kancah internasional. Ia beberapa kali mewakili pemerintah Indonesia dalam perundingan-perundingan tingkat ASEAN, Organisasi Konferensi Islam (OKI), APEC, dan Komisi Hak Asasi Manusia di PBB.
Ia juga pernah menjadi President Asian-African Legal Consultative Organization (AALCO) yang bermarkas di New Delhi, India.
Kontribusinya termasuk memimpin delegasi Indonesia ke persidangan PBB untuk membahas berbagai konvensi internasional, seperti UN Convention on Transnational Organized Crime di Palermo, Italia, dan UN Convention Against Corruption di Markas PBB di New York.
Yusril juga pernah menjadi Ketua Panitia Penyelenggara Konferensi Internasional tentang Tsunami dan KTT Asia Afrika II di Jakarta.
4. Kiprah di dunia akademik dan hukum
Setelah tidak menjabat sebagai pejabat negara, Yusril kembali ke dunia akademik sebagai Guru Besar di Universitas Indonesia. Ia juga mendirikan firma hukum Ihza & Ihza Law Firm bersama adiknya, Yusron Ihza.
Firma hukum ini kemudian berkembang dengan bergabungnya anggota keluarga lainnya, termasuk tiga anaknya: Yuri Kemal Fadlullah, Kenia Khairunnisa Mahendra, dan Ali Reza Mahendra.
Di dunia akademik, Yusril dikenal sebagai penulis produktif dengan berbagai karya tulis di bidang hukum tata negara, agama, filsafat, dan politik. Beberapa bukunya yang terkenal antara lain "Dinamika Tata Negara Indonesia" (1996), "Modernisme dan Fundamentalisme dalam Politik Islam" (1999), dan "Tegakkan Keadilan dan Kepastian Hukum" (2013).
5. Penghargaan dan kehidupan pribadi
Atas jasa dan pengabdiannya kepada negara, Yusril telah menerima berbagai penghargaan, termasuk Bintang Bhayangkara Utama (2004) sebagai tanda kehormatan yang diberikan pemerintah Republik Indonesia untuk menghormati jasa seseorang memajukan dan mengembangkan Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Yusril juga mendapatkan Mahaputra Adipradana (2015). Bintang ini diberikan karena telah menjaga keutuhan, kelangsungan, dan kejayaan Negara Kesatuan Republik Indonesia secara luar biasa.
Saat ini, dengan pengalaman yang luas di bidang hukum, politik, dan pemerintahan, Yusril dipandang sebagai salah satu kandidat kuat untuk mengisi pos strategis dalam kabinet Prabowo-Gibran periode 2024-2029.