Jakarta, IDN Times - Mahkamah Konstitusi (MK) akan memutuskan nasib enam gugatan uji formil Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang TNI pada Rabu (17/9/2025). Salah satu gugatan uji formil yang akan diputus diajukan oleh Inayah Wahid dan koalisi masyarakat sipil.
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia (AII), Usman Hamid, mengatakan, putusan hakim konstitusi tersebut bersifat historis. Putusan itu juga dinilainya bukan putusan biasa.
"Dikatakan putusan bersejarah karena menjadi putusan yang benar-benar menjaga dan menegakkan konstitusi. Khususnya amanat konstitusi kepada para penyelenggara negara agar menjaga demokrasi dari potensi ancaman kembalinya militerisme," ujar Usman yang merupakan bagian dari koalisi sipil dalam diskusi virtual dan dikutip, Rabu (17/9/2025).
Militerisme, kata Usman, merupakan bentuk intervensi langsung di dalam kehidupan pemerintah dan masyarakat. Koalisi masyarakat sipil sejak awal menilai penyusunan revisi UU TNI sudah memiliki banyak permasalahan mendasar.
"Proses dan substansi (UU baru TNI) bermasalah. Pembuatan undang-undang ini sangat terburu-buru. Penyusunannya jauh dari partisipasi publik, jauh dari keterbukaan naskah akademik bagi publik, bahkan RUU nya tidak bisa diakses oleh publik ketika sudah disahkan pada 20 Maret lalu," kata dia.
Proses lainnya yang dinilai bermasalah yaitu rapat-rapat pembahasannya dilakukan secara diam-diam, dilakukan di luar hari kerja, dan di luar gedung DPR. Padahal MK, kata Usman, sering menggarisbawahi perlu adanya partisipasi yang bermakna dari publik dalam penyusunan undang-undang.
