Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
00f8911b-5b2b-4b99-ac7b-c333b7a18b3c.jpeg
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo di Kota Sukabumi (IDN Times/Siti Fatimah)

Intinya sih...

  • Akar masalah dari tubuh Polri dan Tim Reformasi Polri yang diisi perwira elit tanpa partisipasi masyarakat

  • Kecil kemungkinan bisa dibenahi karena kepolisian merosot akibat kebijakan pemerintah yang otoriter

  • Problematik juga membawa konflik kepentingan, reformasi Polri harus melibatkan berbagai latar belakang untuk membawa penyegaran struktural dan kultural

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times – Lembaga kajian dan penelitian demokrasi Public Virtue Research Institute menyerukan agar Pemerintah dan jajaran Polri serius melakukan pembenahan kebijakan dan kelembagaan pasca-unjuk rasa yang berujung kekerasan dan kerusuhan berskala nasional pada akhir Agustus.

Ketua Dewan Pengurus PVRI Usman Hamid mengatakan, partisipasi masyarakat harus dikedepankan dalam kebijakan Reformasi Polri yang kini diwacanakan oleh Pemerintah, termasuk oleh jajaran Polri melalui pembentukan Tim Reformasi Polri.

“Pembentukan Komisi Reformasi Polri yang direncanakan Pemerintah, belum terlihat memiliki kejelasan konsep dan tujuan yang jelas, termasuk dalam melibatkan unsur masyarakat,” kata Usman yang juga Direktur Amnesty International Indonesia dalam keterangan, Senin (22/9/2025).

1. Akar masalah dari tubuh Polri

Bentrokan terjadi saat demo di depan Gedung DPRD Binjai, Senin (1/9/2025) (IDN Times/Bambang Suhandoko)

Demikian pula dengan Tim Reformasi Polri. PVRI menilai, jika hanya terdiri dari nama-nama perwira tinggi yang semuanya berasal dari kepolisian, maka sulit berharap bahwa agenda Reformasi Polri akan bermakna besar bagi masyarakat.

"Apalagi, akar permasalahan di tubuh kepolisian sebenarnya juga bersumber dari kebijakan pemerintahan yang di mata masyarakat dirasakan tidak adil," katanya.

2. Kecil kemungkinan bisa dibenahi

Direktur Amnesty International Indonesia Usman Hamid ke Balai Kota, Kamis (22/5/2025) / IDN Times Dini Suciatiningrum

Usman menambahkan, kepolisian adalah institusi penegak hukum yang turut menentukan tinggi rendahnya mutu demokrasi, khususnya dalam menjamin ruang kebebasan sipil warga untuk kritik dan protes.

Selama ini, kata Usman, kewajiban pemolisian demokratis itu merosot akibat kebijakan pemerintah yang cenderung otoriter dalam arti tidak melibatkan partisipasi demokratis unsur masyarakat.

"Jika Tim Reformasi Polri hanya berasal dari kepolisian, maka akuntabilitas dan komitmen reformasi atas masalah lapangan dan kelembagaan polisi yang berkelindan dengan kebijakan negara kecil kemungkinan bisa dibenahi," ucapnya.

3. Problematik dan juga membawa konflik kepentingan

Polisi memukul mundur massa di DPRD Sumut dengan gas air mata pada demo, Jumat (29/8/2025) (IDN Times/Prayugo Utomo)

Dalam kesempatan yang sama, peneliti Public Virtue Research Institute, Muhammad Naziful Haq (Nazif) menjelaskan, Tim Reformasi Polri yang seluruh anggotanya berlatar polisi tidak saja problematik, tapi juga jelas membawa konflik kepentingan.

"Harusnya ada keragaman latar belakang, misalnya melibatkan akademisi, perwakilan masyarakat sipil, atau tokoh yang berintegritas, agar upaya ini membawa penyegaran struktural maupun kultural," ucapnya.

4. Mustahil Polri benar-benar melindungi dan mengayomi rakyat jika layani elite

Polisi memukul mundur massa di DPRD Sumut dengan gas air mata pada demo, Jumat (29/8/2025) (IDN Times/Prayugo Utomo)

Lebih jauh Nazif memaparkan, reformasi Polri bukan saja harus mengarah pada agenda penguatan akuntabilitas, transparansi, maupun pembenahan struktur dan kultur di lingkungan Polri. Tapi juga di lingkungan pembuat keputusan dan juga kebijakan publik. Komitmen ini bisa kita lihat dari seberapa terbuka Pemerintah dan juga jajaran Polri bagi masukan masyarakat.

Nazif melanjutkan, keseriusan Reformasi Polri diukur dari ada tidaknya perubahan kebijakan pemerintah dan kepolisian yang dituntut independen. Keseriusan bukan dari jargon maupun kampanye media sosial masif melalui penggalangan dukungan kalangan tertentu.

“Tugas negara ialah melayani hak-hak sipil, politik, dan sosial ekonomi rakyat. Jika penyelenggara negara hanya melayani elite, maka mustahil Polri dapat benar-benar melindungi dan mengayomi rakyat. Reformasi Polri wajib melibatkan masyarakat jika ingin membawa dampak positif bagi demokrasi,” ucap Nazif.

Editorial Team