Hal pertama yang disoroti LBH Jakarta adalah buruknya kualitas udara Jakarta yang sudah melebihi Baku Mutu Udara Ambien Nasional (BMUAN). Mereka menilai Pemprov DKI telah abai melakukan pencegahan dan penanganan.
"Hal ini disebabkan oleh abainya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk melakukan langkah-langkah pencegahan dan penanggulangan," tulis LBH Jakarta.
Kedua, sulitnya akses air bersih di Jakarta akibat swastanisasi air juga ikut disorot. Menurut LBH Jakarta, permasalahan ini dapat ditemui pada pinggiran-pinggiran kota, wilayah padat penduduk hingga lingkungan masyarakat tidak mampu. Kualitas air juga dinilai buruk.
"Pasokan air yang kerap terhambat akibat kecilnya daya jangkau air, mutu/kualitas air yang buruk, dan memburuknya kualitas air tersebut tentu saja akan berakibat pada air yang tidak layak digunakan atau dikonsumsi oleh masyarakat," kata LBH Jakarta.
LBH Jakarta juga menyinggung penanganan banjir yang belum mengakar pada beberapa penyebab banjir. Penanganan banjir ini menjadi hal ketiga yang disoroti.
"Banjir Jakarta sebenarnya bukan hanya satu tipe banjir saja, namun terdapat tipe banjir hujan lokal, banjir kiriman hulu, banjir rob, banjir akibat gagal infrastruktur, dan banjir kombinasi. Beberapa tipe banjir Jakarta tersebut masih disikapi Pemprov DKI sebagai banjir karena luapan sungai, sehingga fokus penanganan ada pada aliran sungai di wilayah Jakarta yakni menghilangkan hambatan pada aliran sungai dari hulu ke hilir di wilayah DKI Jakarta dan masih tetap cenderung pada pengerasan (betonisasi)," ujarnya.
Mereka juga menyoroti masih ada peraturan daerah yang berpotensi menyebabkan penggusuran, dengan adanya pengadaan tanah di sekitar aliran sungai.