Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Andy Yentriyani, Komisioner Komnas Perempuan/ Pimpinan Transisi (Tangkap Layar Facebook/IDN Times)

Jakarta, IDN Times - Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) sudah sah menjadi Undang-Undang pada Rapat Paripurna DPR ke-19 masa Persidangan IV Tahun Sidang 2021-2022. 

Usai itu masih banyak hal yang perlu dilakukan dalam mengemban pengimplementasianya di tengah masyarakat dan korban kekerasan seksual. Usai lebih dari sewindu diperjuangkan, pada tahun ke-12 perjuangan panjang RUU TPKS membuahkan hasil. Beberapa pihak memberikan refleksi bersama dalam rangka mengawal UU TPKS.

Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani menjelaskan bahwa korban kekerasan dan keluarganya hingga para pendamping adalah tulang belakang dari seluruh proses yang ada.

"Tetapi jelas dari mereka, korban, keluarga, dan pendamping itu adalah tulang belakang dari seluruh proses perumusan undang-undang TPKS ini," kata dia dalam diskusi daring "Refleksi 12 tahun perjuangan panjang mendorong pengesahan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual", Senin (25/4/2022).

 

Infografis Perjalanan RUU TPKS untuk jadi Undang-Undang (IDN Times/Aditya Pratama)

1. Memori banyaknya penolakan RUU TPKS

Menteri PPPA Bintang Puspayoga dalam Rapat Paripurna DPR RI saat pengesahan RUU TPKS pada Selasa (12/4/2022). (dok. KemenPPPA)

Proses yang panjang ini kata Andi bukan hanya soal birokrasi, apalagi perjalanannya melewati banyak penolakan, terlebih dalam konsep kekerasan seksual yang lekat dengan relasi kuasa yang timpang.

Utamanya, penolakan banyak terjadi saat RUU TPKS dulu berjudul Rancangan Undang-Undang Pidana Kekerasan Seksual (RUU PKS).

2. Lembaga pendamping kumpulkan informasi

Editorial Team

Tonton lebih seru di