Jakarta, IDN Times - Dalam kasus penanganan kekerasan seksual, kerap terjadi upaya penyelesaian kasus dengan jalur restorative justice atau keadilan restoratif.
Salah satu upaya restoratif justice yang terjadi dalam kasus pemerkosaan pegawai Kementerian UKM. Korban dinikahan dengan salah satu pelaku.
Indonesia Judicial Research Society (IJRS) menyebut, fenomena di lapangan membuktikan bahwa pemulihan korban tindak pidana, selaku tujuan dari dalam praktiknya kerap terabaikan.
Peneliti IJRS, Andreas Marbun mengatakan bahwa prinsipnya restorative justice bukan penghentian perkara, tapi bertujuan untuk memulihkan korban.
"Caranya juga tidak hanya diversi, (caranya) bisa bermacam-macam yaitu bisa restitusi, victim trust fund, penggabungan perkara atau diversi, dan lain-lainnya. Jadi, jangan mengkerdilkan RJ hanya sebagai mekanisme penghentian perkara saja," kata dia dalam talkshow bertajuk “Mengurai Benang Kusut Restorative Justice dalam Kasus Kekerasan Seksual" dilansir dari Youtube IJRS, Senin (19/12/2022).
Oleh karenanya, dalam perkara kekerasan seksual, penerapan RJ tetap harus dipastikan bahwa sifatnya bukan merupakan paksaan terhadap korban namun lebih kepada melihat kembali kebutuhan pemulihan seperti apa yang perlu diberikan kepada korban.