Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) menggelar Rapat Paripurna Ke-10 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2022-2023 (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Jakarta, IDN Times - DPR RI menggelar Rapat Paripurna Masa Persidangan II Tahun Sidang 2023-2024, pada 5 Desember 2023, dengan salah satu agendanya mengesahkan Rancangan Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ) menjadi usulan inisiatif DPR. 

RUU DKJ merupakan amanat UU Nomor 21 Tahun 2023 tentang Ibu Kota Negara (IKN) yang di dalamnya memuat pencabutan status Jakarta sebagai ibu kota.

Sehari sebelumnya pada 4 Desember 2023, Badan Legislasi (Baleg) DPR RI menggelar rapat pleno untuk mengesahkan RUU DKJ dibawa ke rapat paripurna terdekat. Sebanyak delapan fraksi menyetujui RUU DKJ dibawa ke rapat paripurna DPR RI. Beberapa di antaranya menerima dengan catatan seperti Fraksi NasDem, Fraksi PKB, Fraksi Demokrat, dan Fraksi PAN. 

Dalam rapat mini fraksi, PKS menolak RUU DKJ dibawa ke rapat paripurna. Sayangnya, penolakan itu tidak cukup kuat untuk menggagalkan RUU DKJ dibawa ke pembahasan tingkat II.

Alhasil, keesokan harinya, Selasa, 5 Desember 2023, Wakil Ketua DPR RI Lodewijk Freidrich Paulus memimpin rapat paripurna yang salah satu agendanya adalah pengesahan RUU DKJ sebagai usulan inisiatif dari DPR RI.

Sebelum pengesahan tersebut, delapan fraksi menyampaikan pandangan secara tertulis kepada pimpinan DPR. Delapan fraksi itu, antara lain Fraksi PDIP, Fraksi Partai Golkar, Fraksi Partai Gerindra, Fraksi Partai NasDem, Fraksi PKB, Fraksi Partai Demokrat, Fraksi PAN, dan Fraksi PPP. 

Anggota Badan Legislasi Fraksi PKS Hermanto memilih menyampaikan pandangan fraksinya secara lisan. Ada beberapa catatan yang disampaikan dia yang berisi tentang penolakan terhadap RUU DJK.

Hermanto menilai, pembahasan RUU DKJ terkesan terburu-buru dan rendahnya partisipasi publik dalam pembahasan RUU tersebut. Dia juga berpendapat usulan tentang pemilihan gubernur secara langsung di DKI Jakarta perlu dipertahankan demi mewujudkan tercapainya demokrasi.

Terakhir, PKS menganggap Jakarta masih layak untuk menjadi Ibu Kota Negara. Dalam rapat tersebut, sikap PKS tegas menolak RUU DKJ yang terdiri dari 12 bab dan 72 pasal. 

"Maka kami Fraksi PKS dengan memohon Rahmat dan Taufik Allah SWT dengan mengucap Bismillahirrahmanirrahim menyatakan menolak RUU tentang DKJ untuk ditetapkan usulan DPR RI," kata dia.

Sayangnya, suara PKS tidak cukup kuat untuk menghalau pengesahan RUU DKJ sebagai usulan inisiatif DPR RI.

“Apakah RUU ini dapat disetujui menjadi menjadi RUU usul inisiatif DPR?” tanya Lodewijk.

"Setuju," jawab anggota DPR yang hadir dalam rapat paripurna tersebut.

1. Intensi politik dan distribusi kekuasaan paska Pilpres lewat RUU DKJ

Direktur Eksekutif SETARA Institute Halili Hasan. (IDN Times/Amir Faisol)

Direktur Eksekutif SETARA Institute Halili Hasan menilai, pengesahan RUU DKJ terkesan sangat buru-buru. Ia juga melihat ada intensi politik yang begitu kuat di balik pengesahan RUU DKJ. 

Penunjukan gubernur oleh presiden sebagaimana yang diatur dalam Pasal 10 RUU DKJ terlihat adanya upaya pendistribusian kekusaan pasca-Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.

“Dalam konteks itu saya ingin mengatakan bahwa Gerindra sangat percaya diri bahwa mereka akan menang Pilpres, dan kemudian punya satu hal yang bisa dibagi,” kata Halili kepada IDN Times, dikutip Sabtu (16/12/2023).

RUU DKJ, kata dia, hanya akan menurunkan demokrasi yang sudah berlangsung hampir 20 tahun ini pasca-reformasi '98. RUU DKJ hanya memberi ruang bagi presiden untuk menunjuk siapa sosok yang akan memimpin Jakarta pada masa mendatang. 

Padahal, menurut Halili, salah satu elemen penting dalam sebuah demokrasi adalah adanya hak pilih yang bersifat universal, di mana semua orang bisa menentukan siapa yang bisa menjadi pemimpin dan siapa yang tidak layak menjadi pemimpin. 

“Secara kuantitatif demokrasi kita turun karena kita hanya memberikan ruang kepada presiden untuk menentukan (gubernur di Jakarta),” kata dia.

2. Pembangunan di Jakarta berpotensi jadi bancakan elite politik

Editorial Team

Tonton lebih seru di