Jakarta, IDN Times - Jaringan Gusdurian menggelar temu nasional selama tiga hari di Asrama Haji Pondok Gede, Bekasi, sejak Jumat, 29 Agustus 2025. Mereka membahas tiga isu strategis di tengah aksi demonstrasi besar-besaran memprotes tunjangan mewah anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI).
Tiga isu penting yang dibahas dalam pertemuan tiga hari yakni pertama, demokrasi, hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM); kedua, toleransi, keberagaman, dan kerja sama lintas iman, dan ketiga; keadilan ekologis.
"Tiga topik ini kami aduk-aduk dan gali, dulu kira-kira pandangan Gus Dur (Presiden ke-4 RI) seperti apa, lalu ditarik konteksnya bagaimana Gusdurian bekerja ke depan. Kami juga merumuskan untuk membangun partisipasi bermakna bagi warga bangsa terhadap pengambilan kebijakan," ujar Direktur Jaringan Gusdurian, Alissa Wahid, di Gedung Asrama Haji, Pondok Gede, Bekasi, Minggu (31/8/2025).
Alissa menilai kemarahan publik akhir-akhir ini kepada elite politik dan pejabat, karena banyaknya kebijakan yang tidak sesuai kehendak rakyat. Sejumlah undang-undang disahkan secara kilat tanpa meminta partisipasi publik.
"Mulai dari revisi Undang-Undang TNI atau penetapan jumlah kementerian, sama sekali tidak melibatkan partisipasi bangsa," kata putri sulung Gus Dur itu.
Lebih lanjut, jaringan Gusdurian meminta agar penegakan hukum dilakukan secara tegas. Sebab, itu menjadi landasan penting bagi demokrasi.
"Demokrasi itu pilarnya ada dua; kedaulatan hukum dan supremasi sipil. Kami ingin keduanya ditegakan," tutur Alissa.
Di forum itu, Jaringan Gusdurian menyampaikan tujuh sikap terkait aksi protes publik pada pekan ini. Apa saja isi pernyataan sikap itu?