Seribu Pengasuh Ponpes Berkumpul, Tolak Kampanye Politik di Pesantren

Jakarta, IDN Times - Seribu pengurus pondok pesantren (ponpes) berkumpul di Al Muhajirin, Purwakarta, Jawa Barat pada 22-24 September 2024. Mereka hadir dalam acara Halaqah Nasional Pengasuh Pesantren bertema Fikih Siyasah: Penguatan Kemandirian Pesantren untuk Stabilitas Nasional.
Salah satu dari tiga pokok isu utama adalah masalah kebangsaan terkait Pemilu 2024. Pembahasan itu mecakup etika politik kiai, pencegahan kekerasan berbasis agama, netralitas penyelenggara dan aparat dalam pemilu, stabilitas nasional, dan pengembangan wawasan kebangsaan melalui kurikulum pesantren.
Direktur Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M), KH Sarmidi Husna, mengatakan melalui halaqah itu, pengurus pondok pesantren menyatakan penolakan terhadap adanya kampanye politik di pesantren. Meski demikian, kegiatan politik di lembaga pendidikan termasuk pesantren tetap diperbolehkan sesuai keputusan Mahkamah Konstitusi, asalkan mendapat izin dari pengelola.
"Para pengasuh pesantren, karena itu, menolak pelaksanaan kampanye di lingkungan pesantren dengan mempertimbangkan madharat-nya jauh lebih besar daripada kemanfaatannya," kata Sarmidi dalam keterangannya, Minggu (24/9/2023).
Tak hanya mengenai politik, Halaqah Nasional itu membahas sejumlah isu seperti kemandirian pesantren, transformasi digital di pesantren, inkubasi bisnis pesantren, keadilan pajak bagi pesantren.
"Halaqah ini kita menghadirkan 1.000 pengasuh pesantren di Indonesia untuk membahas isu-isu aktual dan membangun silaturahim antar pengasuh pesantren. Halaqah nasional ini juga memberikan kesempatan bagi pesantren-pesantren di seluruh Indonesia untuk berbagi pengalaman, mengeksplorasi inovasi baru, dan membangun jaringan yang kuat demi masa depan yang lebih baik," ujar Sarmidi dalam keterangannya, Minggu (24/9/2023).
1. Halaqah bahas pajak pesantren
Sarmidi menjelaskan, ada tiga pokok isu utama yang dibahas. Selain masalah pemilu, isu utama pertama adalah terkait pajak di pesantren. Menurutnya, pesantren seharusnya tidak dibebankan pajak. Terlebih, kata dia, pesantren tidak mendapat sosilisasi dan edukasi terhadap pajak tersebut.
"Seringkali pesantren tiba-tiba mendapat tagihan pajak yang memberatkan, tanpa didahului sosialisasi dan edukasi. Dalam halaqah ini, para pengasuh pesantren meminta pemerintah pusat dan daerah untuk segera melakukan sosialisasi dan edukasi secara masif, sebelum melakukan pemungutan pajak pesantren," ucap dia.