Jakarta, IDN Times - Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK) mengaku tak habis pikir terkait alasan yang menjadi dasar pemerintah untuk mengeluarkan Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 mengenai Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua.
Presiden ASPEK, Mirah Sumirat mengatakan, tidak ada alasan apa pun bagi pemerintah untuk menahan dana JHT lantaran uang itu diperoleh dengan cara pemotongan dari gaji pokok. Sementara, di dalam aturan baru yang diteken 2 Februari 2021 lalu, terdapat ketentuan JHT baru bisa diambil ketika pekerja memasuki usia pensiun atau 56 tahun.
"Situasinya kan saat pandemik ini banyak buruh yang kena PHK dan tidak mendapat pesangon, kehidupan buruh semakin memburuk ketika tidak ada kenaikan UMP (Upah Minimum Provinsi) di tahun 2021. Ketika situasinya seperti ini, dana JHT itu dibutuhkan oleh buruh di Indonesia," ungkap Mirah ketika berbicara kepada media, pada Minggu, 13 Februari 2022.
"Kedua, kan tidak ada alasan apa pun (bagi pemerintah) untuk menghalangi (buruh mengambil JHT-nya). Di sana kan tidak ada sepeser pun uang pemerintah juga. Itu (JHT) berasal dari uang buruh dan pemberi kerja, artinya pengusaha," tutur dia lagi.
Ia menyebut, aturan untuk mengambil dana JHT sudah ada di Permenaker Tahun 2015 lalu. Begitu juga ketika terjadi krisis 1998, para buruh dibolehkan mengambil dana JHT.
"Permenaker ini ditentang, baik oleh pekerja kerah putih di pabrik maupun di kantor," katanya.
Ia menduga, keputusan itu dibuat oleh pemerintah karena BPJS Ketenagakerjaan tidak memiliki dana yang cukup dari pengembangan dana peserta. Maka, dana JHT ditahan dulu sementara waktu.
Apa tanggapan dari Kementerian Ketenagakerjaan terkait tuduhan itu?