Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Foto tiga personel Polres Way Kanan yang gugur dalam bertugas. (www.instagram.com/@humas_poldalampung)

Intinya sih...

  • Setara Institute mengutuk penembakan terhadap anggota Polres Way Kanan oleh dua anggota TNI AD.
  • Konflik TNI-Polri bersifat laten dengan 37 konflik dan ketegangan periode 2014-2024.
  • Dua anggota TNI AD yang menembak anggota Polres Way Kanan harus diproses secara hukum pidana dan pemerintah harus menegakan supremasi hukum.

Jakarta, IDN Times - Organisasi Setara Institute mengutuk peristiwa penembakan yang menimpa tiga anggota Polres Way Kanan, Lampung, pada Senin (17/3/2025). Ketiga anggota Polres Way Kanan itu ditembak oleh dua anggota TNI Angkatan Darat (AD) ketika membubarkan aktivitas judi sabung ayam di Kampung Karang Manik, Kecamatan Negara Batin, Kabupaten Way Kanan. Ketiga korban mengalami luka pada bagian kepala akibat ditembak oleh dua anggota TNI AD. 

"Setara Institute mengutuk peristiwa kekerasan terhadap aparat oleh aparat di Way Kanan. Tindak kekerasan dalam bentuk penembakan apalagi hingga mengakibatkan hilangnya nyawa secara mutlak tidak dapat dibenarkan," ujar Ketua Dewan Nasional Setara Institute, Hendardi, di dalam keterangan tertulis, Selasa (18/3/2025). 

Ia mengatakan, tragedi berdarah di Lampung itu semakin menegaskan bahwa konflik TNI-Polri bersifat laten. "Dalam catatan Setara Institute ada sekitar 37 konflik dan ketegangan yang terjadi pada periode 2014-2024," katanya. 

Pada awal tahun 2025 saja, kata Hendardi, sudah terjadi dua peristiwa kekerasan terbuka di antara personel Polri dan TNI. Pertama, peristiwa penyerangan oleh anggota TNI AD ke markas Polres Tarakan, Kalimantan Utara. Kedua peristiwa di Way Kanan, Lampung. 

"Fenomena ini hanya lah puncak gunung es. Konflik dan ketegangan yang tertutup dipastikan akan memunculkan konflik lebih besar dari yang mencuat di permukaan," ujarnya. 

1. Setara Institute desak anggota TNI AD harus dihukum dengan pidana umum

ilustrasi Penembakan (IDN Times/Aditya Pratama)

Pelaku penembakan akhirnya menyerahkan diri ke polisi militer TNI. Keduanya diketahui merupakan Dansubramil Negara Batin, Lampung, Peltu Lubis dan anggota Subramil Negara Batin, Kopka Basarsyah. Saat ini keduanya sudah ditahan di POM TNI AD Kodim 0427/Way Kanan. 

Hendardi mewakili Setara Institute mendesak agar dua anggota TNI AD itu diproses dengan menggunakan mekanisme hukum pidana. Sebab, perbuatan kedua anggota TNI AD itu tidak terkait dengan tugas-tugas militer seperti ketentuan di dalam Undang-Undang TNI. 

"Bahkan, di dalam ketentuan Undang-Undang TNI anggota yang melakukan tindak pidana umum harus diproses dalam kerangka pidana umum," kata Hendardi. 

Ia juga mendesak pemerintah harus menegakan supremasi hukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan. "Supremasi anggota TNI sering kali tidak mau tunduk pada peradilan umum. Itu menjadi salah satu sebab konflik kekerasan antara TNI dan Polri terus berulang," imbuhnya. 

2. Sinergitas TNI-Polri artifisial dan hanya di tingkat elite

Panglima TNI Jenderal TNI Agus Subiyanto acara pengarahan Presiden Republik Indonesia kepada Komandan Satuan TNI di Istana Kepresidenan Bogor (IDN Times/Ilman Nafi'an)

Hendardi juga menyentil slogan sinergitas yang kerap digaungkan oleh elite-elite TNI dan Polri. Padahal, kondusivitas dan sinergi dilakukan secara artifisial. 

"Kehadiran negara dalam konflik TNI-Polri hanya bersifat simbolik, elitis dan tidak mengedepankan supremasi hukum," tutur dia. 

Ia mengingatkan negara dan TNI-Polri harus membangun karakter serta mentalitas TNI-Polri dengan pendekatan yang lebih sistemik, struktural serta kultural. Penanganan konflik dan ketegangan antara TNI-Polri harus dilakukan secara substantif dan fundamental. 

"Kepatuhan anggota TNI-Polri pada disiplin bernegara dan berdemokrasi harus dibangun di atas supremasi hukum dan sipil. TNI-Polri harus menjalankan peran masing-masing dengan tunduk pada konstitusionalisme serta desain konstitusional yang disepakati," katanya. 

Dengan demikian, masing-masing lembaga tidak melampaui batas-batas tugas dan fungsinya. Semua dilakukan sesuai mandat konstitusionalnya. 

3. Politisi diwanti-wanti tak goda TNI-Polri masuk arena yang bukan tupoksinya

Ilustrasi gedung DPR di Senayan. (IDN Times/Kevin Handoko)

Setara Institute juga mewanti-wanti para politisi agar tidak perlu menggoda TNI-Polri untuk memasuki arena yang bukan tugas dan fungsinya. Bila mereka melakukan itu, justru mencerminkan ketidakpercayaan diri dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai otoritas sipil. 

"Politisi di DPR harus disiplin untuk tidak melaksanakan fungsi legislasi yang melampaui ketentuan UUD Negara RI 1945 hanya karena ingin memanjakan institusi-institusi tertentu. Hal itu malah akan menimbulkan kekacauan konstitusional dan memicu konflik antar institusi lebih mendalam," kata Hendardi. 

Editorial Team