Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Pangkobwilhan I, Letjen TNI Kunto Arief Wibowo. (www.instagram.com/@kodamsiliwangi)

Jakarta, IDN Times - SETARA Institute angkat bicara mengenai ralat mutasi terhadap putra Try Sutrisno, Letjen Kunto Arief Wibowo. Ketua Dewan Nasional SETARA Institute, Hendardi, mengatakan keputusan Panglima TNI, Jenderal Agus Subiyanto, yang menangguhkan mutasi tujuh perwira tinggi, termasuk Letjen Kunto diduga kuat memiliki motif politik. 

Mutasi Letjen Kunto didasari Surat Keputusan KEP 554/IV/2025 yang dirilis pada 29 April 2025. Sehari kemudian, Jenderal Agus mengeluarkan surat keputusan baru KEP 554.a/IV/2025 yang menangguhkan mutasi tujuh pati tersebut. 

"Sebelumnya, ratusan purnawirawan perwira tinggi TNI melalui pernyataan tertulis meminta Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka dicopot," ujar Hendardi di dalam keterangan tertulis, Sabtu (3/5/2025). 

Salah satu purnawirawan perwira tinggi TNI yang ikut menyerukan Gibran dicopot adalah mantan Wakil Presiden Try Sutrisno. Sehingga, terbentuk persepsi, mutasi terhadap Letjen Kunto seolah sebuah hukuman. Di dalam surat keputusan sebelumnya, Letjen Kunto digeser menjadi Staf Khusus Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD). 

Mabes TNI memang telah membantah mutasi perwira tinggi itu tidak didorong motif politik, melainkan bagian dari mekanisme pembinaan karier, publik tidak serta merta langsung mempercayainya.

"Letjen Kunto baru menjabat selama empat bulan sebagai Panglima Komando Gabungan Wilayah Pertahanan I (Pangkogabwilhan I), maka mutasi itu terbilang cepat dan tak lazim," katanya. 

"Mutasi dan pembatalan mutasi tersebut patut diduga tidak melibatkan kerja profesional Dewan Kepangkatan dan Jabatan Tinggi (Wanjakti)," lanjutnya. 

1. SETARA wanti-wanti TNI tak boleh dijadikan alat politik kekuasaan

Ketua Dewan Nasional SETARA Institute, Hendardi. (ANTARA FOTO/Reno Esnir)

Hendardi mengatakan ralat mutasi yang terjadi selang satu hari menjadi pelajaran penting, TNI tidak boleh menjadi alat kekuasaan dan perpanjang kepentingan politik pihak tertentu, termasuk Presiden atau pihak lain.

"TNI hanya boleh menjadi instrumen politik negara dan menjalankan fungsi utamanya di bidang pertahanan untuk melindungi kedaulatan dan keselamatan negara," kata Hendardi. 

Dia juga menyebut ralat mutasi dalam sehari diyakini bakal menggerus kepercayaan publik. Sebab, mutasi dianulir oleh Panglima TNI yang sama. 

"Sehingga, publik sulit percaya mutasi yang dibatalkan itu didasarkan pada profesionalitas tata kelola TNI dan tuntutan obyektif untuk beradaptasi. Mutasi itu lebih mengakomodasi motif dan kepentingan politik kekuasaan," ujarnya. 

2. Panglima TNI juga anulir mutasi untuk enam perwira tinggi lainnya

Editorial Team

Tonton lebih seru di