Sidang Praperadilan Hasto Ditunda, PDIP Anggap KPK Tak Siap Hadapi

Jakarta, IDN Times - Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menunda sidang praperadilan yang diajukan Sekjen DPP PDI Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto, atas status tersangka yang ditetapkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Seharusnya sidang perdana digelar pada Selasa (21/1/2025).
Sidang ditunda karena KPK tidak hadir. Majelis Hakim menunda sidang hingga Rabu (5/2/2025). Kuasa hukum Hasto, Ronny Talapessy, menyayangkan hal tersebut dan menganggap KPK tidak siap menghadapi proses praperadilan yang diajukan Hasto.
"Tim penasihat hukum Hasto Kristiyanto menyayangkan ketidakhadiran KPK pada sidang perdana praperadilan Selasa (21/1/2025) kemarin. Padahal sudah 11 hari sejak permohonan diajukan dan berulang kali pimpinan atau jubir KPK mengatakan akan menghadapi atau bahkan memenangkan praperadilan," ujar Ronny dalam keterangannya, Rabu (22/1/2025).
"Sikap yang bertolak belakang dengan pernyataan yang disampaikan kepada publik. Mengingat konsep praperadilan adalah fast trial untuk melindungi hak pihak-pihak yang dirugikan akibat tindakan penegak hukum, seharusnya proses praperadilan ini tidak berlarut-larut dan KPK tidak mengulur-ulur waktu," sambungnya.
1. PDIP tetap menghormati KPK
Meski demikian, Ronny mengaku, PDIP tetap menghormati KPK. Dia berharap, KPK akan datang pada sidang berikutnya.
"Semoga di sidang berikutnya tidak mangkir lagi agar sejumlah pelanggaran, dan bahkan kesewenang-wenangan penyidik KPK dalam menetapkan Sekjen PDI Perjuangan Hasto sebagai tersangka bisa diuji secara hukum," ucap dia.
2. PDIP akan ungkapkan beberapa bukti
Ronny yang juga Ketua DPP PDIP mengatakan, pihaknya akan mengungkapkan sejumlah bukti yang dianggap KPK telah melakukan kesalahan prosedural dalam menetapkan Hasto sebagai tersangka.
"Begitu banyak kejanggalan yang kami temukan, baik dari aspek waktu, prosedur maupun substansi, namun sebagian yang menjadi lingkup kewenangan praperadilan akan kami uji di forum tersebut, di antaranya perbuatan sewenang-wenang KPK dalam menerbitkan sprindik dan SPDP (Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan) terhadap Mas Hasto dan sejumlah persoalan lainnya," kata dia.
Menurut Ronny, KPK telah menerbitkan Surat Perintah Penyidikan dan SPDP tertanggal 23 Desember 2024. Kedua surat tersebut dijadikan penyidik untuk melakukan penggeledahan di rumah Hasto.
"Kami kaget juga, Mas Hasto menyampaikan, bahwa saat pemeriksaan dilakukan minggu lalu beliau diperlihatkan dokumen Sprindik yang ditandatangani pimpinan KPK. Padahal menurut Pasal 21 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK, kedudukan hukum pimpinan KPK sebagai penyidik & penuntut umum sudah dihapus. Dengan demikian, seharusnya pimpinan KPK hanya menjalankan fungsi manajerial sebagai pejabat negara," ujar dia.
3. Ada sejumlah pertanyaan PDIP
Ronny kemudian mempertanyakan pihak yang tidak memiliki kewenangan penyidikan lalu memerintahkan dilakukan penyidikan.
"Lebih dari itu, penandatanganan SPDP oleh direktur penyidikan atas nama pimpinan KPK yang tertulis selaku penyidik, juga semakin memperkuat ada masalah prosedural dan cacat hukum dalam penersangkaan Mas Hasto," ucap dia.
Hal tersebut, kata Ronny, dianggap PDIP dan tim kuasa hukum Hasto merupakan perbuatan yang dilakukan tanpa dasar kewenangan aturan yang berlaku.
"Penyalahgunaan wewenang inilah yang menjadi salah satu poin yang akan kami uji di praperadilan ini," imbuhnya.