Ilustrasi gedung Mahkamah Konstitusi (MK). (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)
Dalam permohonannya, para Pemohon Perkara Nomor 28/PUU-XXIII/2025 terdiri dari Tubagus Arman Maulana atau dikenal Armand Maulana, Nazriel Irham atau akrab disapa Ariel, bersama 27 musisi lainnya sebagai pelaku pertunjukan yang telah berkarya di industri musik Indonesia berpotensi mengalami masalah hukum dari pasal-pasal yang diuji tersebut.
Pengujian ini berangkat dari beberapa kasus, misalnya yang dialami Agnes Monica atau lebih dikenal Agnez Mo. Agnez Mo digugat dan dilaporkan pidana oleh Ari Bias, pencipta dari lagu “Bilang Saja”, karena Agnez Mo dianggap tidak meminta izin secara langsung dan tidak membayar royalti langsung kepada Ari Bias. Majelis Hakim Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pun memutus gugatan tersebut dengan menghukum Agnez Mo mengganti rugi sebesar Rp 1,5 miliar kepada Ari Bias dan Agnez Mo pun dilaporkan secara pidana ke Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan tuduhan pelanggaran Pasal 113 ayat (2) UU Hak Cipta.
Sementara, Perkara Nomor 37/PUU-XXIII/2025 dimohonkan lima pelaku pertunjukan yang tergabung dalam grup musik Terinspirasi Koes Plus atau T’Koes Band serta Saartje Sylvia, pelaku pertunjukan ciptaan yang dijuluki sebagai Lady Rocker pertama. T’Koes Band kerap menampilkan lagu-lagu lawas yang dulu dinyanyikan orang lain seperti Koes Plus, D’Mercys, hingga Everly Brothers dan The Beatles. Namun, T’Koes Band dilarang mempertunjukan lagu-lagu dari Koes Plus per 22 September 2023 melalui para ahli waris dari Koes Plus.
Menurutnya, hal tersebut membuktikan penerapan Pasal 9 ayat (2) UU Hak Cipta yang berbunyi “Setiap Orang yang melaksanakan hak ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mendapatkan izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta” telah merugikan Pemohon dan menimbulkan ketidakpastian hukum dalam memperoleh izin. Padahal, kata Pemohon, setiap pertunjukan T’Koes Band telah meminta license dan/atau membayar royalti kepada LMK di Indonesia dan melakukan pendekatan dengan menyerahkan sejumlah nominal uang tertentu kepada sebagian ahli waris Koes Plus walaupun mungkin tidak sesuai dengan yang diharapkan.
Anggota Komisi III DPR RI I Wayan Sudirta yang hadir langsung di ruang sidang mengatakan penolakan ahli waris sebagai pemegang hak cipta kepada Pemohon untuk mempertunjukan karya dari Koes Plus merupakan persoalan konkret dan implementasi penerapan dari ketentuan UU Hak Cipta. Karena itu, menurutnya, perlu penyelesaian bersama antara para Pemohon, pemegang hak cipta, dan LMK/LMKN yang menjadi wadah para Pemohon untuk membayar loyalti.