Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Menko Polkam, Banjir Sumatra
Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan, Djamari Chaniago ketika berkunjung ke posko tanggap darurat di SDN 02 Cupak Tangah, Padang. (Dokumentasi Kemenko Polkam)

Intinya sih...

  • Banyak sekolah terendam banjir dan rusak parah, proses pembersihan minim

  • Banyak siswa terancam putus sekolah pascabanjir Sumatra karena masalah biaya

  • JPPI mendesak penetapan status bencana nasional untuk banjir Sumatra dan percepatan penyediaan sekolah darurat

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Jaringan Pemantau Pendidikan (JPPI) mengatakan, layanan pendidikan di tiga provinsi di Sumatra yang terdampak banjir, mayoritas masih lumpuh. Banyak sekolah yang masih terendam lumpur, roboh bahkan hanyut terbawa arus. Sementara, ratusan ribu siswa dan guru yang terdampak banjir masih terkatung-katung tanpa kepastian kapan bisa kembali belajar dengan layak.

Itu sebabnya Koordinator Nasional JPPI, Ubaid Matriji, mendesak Presiden Prabowo Subianto agar segera menetapkan banjir Sumatra menjadi bencana nasional. Ia menduga, status bencana nasional belum juga ditetapkan Prabowo karena terkait minimnya aliran dana.

"Ini lebih memprihatinkan karena meskipun skala kerusakan dan cakupan korban terdampak sangat massif, Presiden belum menenetapkan status bencana nasional. Ketiadaan status ini disinyalir karena minimnya dan lambannya aliran dana dan sumber daya khusus dari pusat untuk percepatan pemulihan, termasuk di sektor pendidikan," ujar Ubaid di dalam keterangan tertulis, Kamis (4/12/2025).

Ia menambahkan, dana APBD tidak akan mampu membiayai penanganan banjir di tiga provinsi di Sumatra. Tanpa status bencana nasional atau setidaknya darurat pendidikan dari pemerintah pusat, maka mekanisme pendanaan dan logistik darurat dari pusat sangat minim dan terhambat," ujar Ubaid.

"Akibatnya proses lapangan jalan di tempat," imbuhnya.

1. Banyak sekolah yang terendam banjir dan rusak parah

Bangunan milik warga di Pidie, Aceh yang rusak akibat dihantam banjir dan longsor. (Dokumentasi Puspen TNI)

Lebih lanjut, menurut Ubaid, hingga saat ini masih banyak bangunan sekolah yang hilang terbawa arus, dipenuhi lumpur dan rusak struktural. Proses pembersihan dan perbaikannya pun dari awal sudah sangat minim dan mengandalkan swadaya masyarakat serta relawan.

"Pembersihan sekolah masih banyak dilakukan secara manual oleh warga dan guru karena belum ada dukungan logistik yang memadai," kata Ubaid.

Selain itu, banyak sekolah yang masih meliburkan siswa karena tidak ada aktivitas pembelajaran. Tenda dan ruang belajar darurat memang disediakan oleh pemerintah, tetapi sangat terbatas dan belum menjangkau semua anak di semua titik bencana.

"Semakin lama anak tidak kembali belajar, maka semakin besar kerusakan psikologis dan ketertinggalan akademiknya," tutur dia.

2. Banyak siswa terancam putus sekolah pascabanjir Sumatra

Kondisi di Kabupaten Agam, Sumatra Barat usai dihantam banjir dan longsor. (Dokumentasi BNPB)

Ubaid juga mengatakan, berdasarkan laporan dari tim JPPI di lokasi bencana, anak-anak di titik terdampak berpotensi mengalami putus sekolah karena masalah biaya. Pascabanjir, banyak ekonomi keluarga yang hancur.

"Potensi putus sekolah membesar karena banyak sekolah dalam keadaan rusak berat sehingga pemulihannya butuh waktu yang panjang," katanya.

Ia menambahkan, hingga kini belum terdengar skema perlindungan sosial dari pemerintahan Prabowo Subianto untuk mencegah banyaknya anak yang berpotensi putus sekolah.

"Jika tidak ada intervensi yang cepat maka kita akan menghadapi generasi yang hilang. Pendidikan anak-anak bisa terhenti bukan hanya karena banjir tetapi karena kelambanan negara," tutur dia.

3. JPPI desak penetapan status bencana nasional untuk banjir Sumatra

Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji (memegang microfon) ketika berbicara di diskusi ICW. (IDN Times/Santi Dewi)

Melihat ancaman putus sekolah anak dalam jumlah besar, maka JPPI mendesak Prabowo agar segera menetapkan status bencana nasional. Menteri Pendidikan, Dasar dan Menengah, Abdul Mu'ti harus mengeluarkan surat keputusan status darurat pendidikan di wilayah terdampak.

"Status ini krusial untuk membuka akses terhadap dana kontijensi (DAK fisik darurat), anggaran mendesak (on-call) kementerian atau lembaga, serta memobilisasi logistik dan sumber daya manusia dari pusat secara massif dan terkoordinasi," katanya.

JPPI juga mendorong pemerintah mempercepat penyediaan sekolah darurat. Implementasi itu, kata Ubaid, harus cepat karena keberadaan sekolah darurat di titik-titik bencana dan tenda-tenda pengungsian masih sangat minim sekali.

"Sekolah darurat juga harus memastikan soal kelayakan, keamanan dan dilengkapi fasilitas pendukung (listrik, air bersih, MCK terpisah, P3K) di semua titik pengungsian atau lokasi yang aman," tutur dia.

JPPI mendesak Prabowo dan jajaran menteri terkait untuk mengambil keputusan politik yang berani untuk menyelamatkan masa depan anak-anak di Sumut, Sumbar, dan Aceh. "Jangan biarkan mereka menjadi generasi yang hilang akibat bencana dan kelambanan respons," imbuhnya.

Editorial Team